Gencarkan Misi Dagang, Pemerintah Siap Bertolak ke Bangladesh

ANTARA FOTO/IORA SUMMIT 2017/Widodo S. Jusuf
Presiden Joko Widodo (tengah depan), PM Australia Malcom Turnbull (kedelapan kanan depan), Presiden Afrika Selatan Jacob Zuma (kedelapan kiri depan), Presiden Sri Lanka Maithripala Sirisena (ketujuh kiri depan), Perdana Menteri Bangladesh Hasina Wajed (keenam kiri depan), Presiden Mozambik Filipe Nyusi (ketujuh kanan depan), Presiden Yaman Abd Rabbuh Mansur Hadi (keenam kanan depan), PM Malaysia Najib Razak (kelima kanan depan), Wapres Jusuf Kalla (kelima kiri depan), Wapres India Mohammad Hamid Ansari (kee
Penulis: Michael Reily
Editor: Ekarina
23/4/2018, 10.27 WIB

Pemerintah dan pengusaha Indonesia siap bertolak ke Bangladesh guna melancarkan misi perdagangan pada 26 - 28 April 2018 mendatang.  Langkah  itu dilakukan sebagai salah satu upaya penetrasi ke pasar nontradisional di kawasan Asia Selatan.

Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan Arlinda menyatakan Bangladesh adalah salah satu  pasar nontradisional yang  potensial bagi ekspor Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 160 juta jiwa.

“Dengan jumlah peduduk yang besar dan pertumbuhan ekonomi yang cukup baik, dimana 20-25% merupakan golongan menengah merupakan potensi  bagi Indonesia untuk membuka pasar lebih lebar,” katanya dalam keterangan resmi, Minggu (22/4).

(Baca : Misi Dagang ke India, Kemendag Incar Transaksi Rp 28,67 Triliun)

Misi perdagangan ke Bangladesh merupakan tindak lanjut kunjungan Presiden Joko Widodo yang datang ke negara itu pada Januari lalu. Dalam kunjungannya nanti, Kementerian Perdagangan akan membawa serta 46 perusahaan sawit, busana, makanan dan minuman, otomotif, BUMN, jasa, furnitur, dan instansi daerah. 

Para pengusaha tersebut sebelumnya juga telah melakukan komunikasi dagang dengan 122 pembeli dari Bangladesh, yang terdiri atas 103 perusahaan importir dan 19 delegasi Bangladesh. 

Ditjen PEN juga telah mengagendakan pertemuan penting para pengusaha kedua negara dalam sejumlah kegiatan seperti Business Forum dan Business Matching serta kunjungan ke importir minyak kelapa sawit, Meghna Group of Industries (MGI).

Dengan omzet US$ 2 miliar dan aset US$ 1 miliar, MGI  tercatat telah mengoperasikan 32 perusahaan dan 30 industri termasuk pengolahan minyak nabati Tanveer Oil Mills Ltd.

Di bidang investasi, Bangladesh  akan menawarkan kerjasama menguntungkan melalui fasilitas Bangladesh Economic Zone dan kebijakan pemerintah yang mendukung sektor bisnis. Selain itu, ada insentif di sektor industri melalui mekanisme kerja sama pemerintah dan swasta.

Kegiatan misi dagang kenBangladesh akan disinergikan dengan perhelatan Indonesia Fair 2018. “Ajang yang pertama kali dilakukan di Bangladesh ini akan dikemas dalam konsep promosi yang terpadu dan terintegrasi,” ujar Arlinda.

Sejak 2011, Bangladesh menunjukan pertumbuhan ekonomi  di atas 6%. Dalam tiga tahun ke depan, Bangladesh ditargetkan menjadi negara dengan penghasilan menengah.

Produk domestik bruto (PDB) Bangladesh pada 2016 dan 2017 mencapai rekor tertinggi  sebesar 7,2% dengan nilai US$ 246,2 miliar dan PDB per kapita mencapai US$ 1,602. Perekonomian Bangladesh ditopang pasar domestik yang besar, industri manufaktur berorientasi ekspor, penerimaan remitansi yang tinggi, serta kemudahan investasi.

(Baca juga: Indonesia Kejar Perjanjian Dagang dengan 4 Negara Eropa)

Neraca perdagangan Indonesia-Bangladesh tahun 2017 mengalami surplus US$ 1,52 miliar. Produk ekspor Indonesia ke Bangladesh yaitu minyak kelapa sawit dan turunannya, bubur kayu kimia, benang, dan serat staple buatan. Sedangkan lima besar produk yang diimpor Indonesia dari Bangladesh yaitu benang jute, kaos oblong, singlet dan rompi, karung dan tas, serta pakaian.

Namun, Indonesia masih bisa meningkatkan nilai ekspornya karena peluang pasarnya masih besar.  Sebabsaat ini impor Bagladesh terhdap sejumlah komoditas masih cukup besar, seperti  minyak medium, katun, minyak kelapa, komoditas, gula tebu mentah, gandum dan meslin, denim, minyak kedelai mentah, dan telepon.