Pengembang Keluhkan Dukungan Pemerintah dalam Program Sejuta Rumah

ANTARAFOTO/Yulius Satria Wijaya
Penulis: Ihya Ulum Aldin
19/4/2018, 18.35 WIB

Pengembang rumah yang tergabung dalam Real Estate Indonesia (REI) dan Asosiasi Pengembang dan Pemukiman Seluruh Indonesia (Apersi) mengeluhkan sulitnya perizinan dalam merealisasikan Program Sejuta Rumah. Mereka juga meminta insentif untuk membangun rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

"Insentif dari affordable housing ini untuk konsumen. Sedangkan untuk sedangkan untuk produsen itu hanya PPH 1 persen," ujar Ketua DPP REI Soelaeman Soemawinata dalam diskusi Memperkuat Program Sejuta Rumah di Jakarta, Kamis (19/4).

Dia mengungkapkan salah satu kendala yang dihadapi pengembang adalah suku bunga perbankan negara yang cukup tinggi. Bunga yang diterapkan bank pelat merah untuk kredit konstruksi berkisar antara 12 persen hinga 13 persen. Padahal beberapa bank swasta sudah berani memberikan bunga kepada pengembang sebesar 9 persen untuk membangun rumah komersial di luar MBR.

Dia berharap pemerintah bisa mengintervensi bunga bank-bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) agar bisa lebih rendah atau setidaknya sama dengan bank swasta. Jika bunga diturunkan, maka produktivitas membangun rumah bisa lebih banyak, terutama untuk MBR.

"Kami tidak bicara subsidi. Tapi keberpihakan semua stakeholder, dari mulai perbankan (BUMN) dan pemerintah," katanya.

Ketua Umum DPP Apersi Junaidi juga mengeluhkan minimnya dukungan Pemerintah Daerah (Pemda) untuk pengembang dalam program ini. Menurutnya, banyak Pemda yang masih mempersulit perizinan untuk membangun rumah MBR.

(Baca: Kejar Sejuta Rumah, Pemerintah Benahi Infrastruktur dan Perizinan)

Dia mencontohkan sulitnya perizinan ini dari biaya sertifikasi. Di daerah DKI Jakarta, biayanya hanya Rp 300 ribu, sedangkan di luar DKI Jakarta mencapai Rp 3-4 juta. "Kalau di lapangan, raja kecil memang lebih galak," ujarnya, menyindir Pemda.

Junaidi tidak mau menyebutkan secara spesifik daerah mana saja yang dimaksud. Dia hanya mengatakan daerah sekitar DKI Jakarta masih sering mempersulit perizinan. Salah satunya terkait Analisis Dampak Lingkungan Lalu Lintas, dan izin lainnya yang sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah. Namun, banyak Pemda yang masih mempersulit dengan alasan belum ada aturan teknisnya di tingkat daerah.

(Baca: BTN Sebut Program Sejuta Rumah Terganjal Perizinan)

Soelaeman mengakui tidak semua daerah mempersulit perizinan pengembang. Dia mencontohkan, Kabupaten Serang, Pontianak, Jambi, dan Kota Riau sudah mempermudah izin pengembang. "Tapi lebih banyak lagi yang tidak mengerti, jadi saya tidak bisa sebut," ujarnya.