Lelang MRT Fase II Agustus 2018, Sebagian Desain Berubah

Intan/Biro Pers Setpres
Presiden Joko Widodo (tengah) didampingi Menteri Perhubungan Budi Karya (kiri), dan Gubernur DKI Jakarta Basuki T. Purnama (kanan) meninjau perkembangan proyek MRT di Jakarta, Kamis (23/2).
27/2/2018, 17.33 WIB

PT Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta akan menggelar lelang kontrak untuk menggarap pembangunan proyek MRT fase dua pada Agustus 2018. Menurut Direktur Utama PT MRT William Sabandar, pekan ini pihaknya sedang membahas pembiayaan rute Bundaran HI – Kampung Bandan dengan misi penilai dari Japan International Cooperation Agency (JICA).

Setelah pembahasan struktur pendanaan selesai, proses berlanjut dengan tanda tangan kontrak pada November mendatang. Dalam masa ini, keduanya merencanakan upaya akselerasi pengerjaan proyek, lebih cepat dari fase pertama. “Sehingga Desember 2018 bisa ground breaking,” kata William di Jakarta, Selasa (27/2).

MRT rute baru ini memiliki panjang 7,8 kilometer dengan delapan stasiun. Bertolak dari Bundaran HI, moda transportasi massal berbasis rel tersebut akan menuju Sarinah, Monas, Harmoni, Sawah Besar, Mangga Besar, Glodok, Kota, dan berujung di Kampung Bandan. (Baca juga: Skema Kerja Sama Proyek MRT ke Cisauk Akan Dimatangkan).

Dari jumlah tersebut, sebanyak tujuh stasiun akan berada di bawah tanah dan satu di permukaan. Karena itu, sekarang sedang membereskan pembebasan lahan di wilayah Kampung Bandan untuk depo kereta sebelum stasiun. William menjanjikan kepada JICA masalah ini segera selesai.

Dengan mempertimbangkan efisiensi, kata William, ada perubahan desain dari sisi konstruksi. Sebelumnya, desain terowongan bakal di bawah sungai Ciliwung yang membelah Jalan Gadjah Mada dan Hayam Wuruk. Namun, dalam rancangan ini ada kemungkinan bisa menggeser aliran sungai.

Karenanya, rencana tersebut lalu diubah dengan membangun terowongan di bawah Jalan Gadjah Mada. Dengan demikian, bangunan stasiun yang semula horisontal dengan jalur lintas ke kanan dan kiri, kini menjadi vertikal. “Keluar dan masuk dari satu sisi (Jalan Gadjah Mada),” kata William.

Mengingat konstruksinya lebih kompleks dan sulit, biaya proyek diperkirakan lebih besar dari fase satu yang rutenya lebih panjang. Pada rancangan awal, dana yang dibutuhkan untuk membangun perlintasan, stasiun, dan depo ditaksir hingga Rp 22,5 triliun. (Baca juga: Jokowi Hentikan Proyek Jalan Layang, Bagaimana Nasib LRT dan MRT?)

Bila mengacu pada pembangunan MRT fase satu, beban pembiayaan dipegang Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebesar 49 persen dan 51 persen menjadi tanggung jawab pemerintah pusat. Rancangan ini dibahas oleh JICA setelah disetujui oleh DPRD dan Gubernur DKI Jakarta.

Dalam proyek MRT tahap dua, tata bangun dan konstruksinya juga akan mengakomodasi pembenahan wilayah Kota Tua. Satu stasiun akan dibangun di area tersebut. Hal ini juga terkait dengan kesinambungan wilayah Kota Tua yang sempat diingatkan oleh Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno.

“Wagub tertarik bagaimana Stasiun Tokyo yang dioperasikan sejak 1914 kini punya nilai budaya dan sejarah yang tinggi,” kata dia. (Baca pula: Respons Sinar Mas, Menhub Kaji Rencana Induk MRT ke Cisauk).

Adapun untuk pekerjaan MRT fase satu, progresnya telah mencapai 91,8 persen per Februari ini. Pekerjaan tersebut terdiri dari 95,7 persen konstruksi bawah tanah dan 87,9 persen konstruksi melayang. “Akan kami operasikan pada Maret 2019,” katanya.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Keuangan PT MRT Tuhiyat mengatakan utang pekerjaan fase satu yang disinggung Sandiaga saat bertemu Menteri Luar Negeri Jepang akan dilunasi tahun depan. Pinjaman Rp 2,56 triliun tersebut berasal dari pekerjaan tambahan atau variations order serta penyesuaian harga yang belum masuk dalam kontrak awal MRT dengan kontraktor.