Biodiesel Kena Bea Masuk Anti-Dumping, RI Akan Gugat AS ke WTO

Arief Kamaludin | Katadata
Biodiesel murni dan campuran solar dengan kadar 10 dan 20 persen.
Penulis: Michael Reily
Editor: Ekarina
23/2/2018, 20.11 WIB


Departemen Perdagangan Amerika Serikat (United States Department of Commerce/USDOC) telah menetapkan besaran bea masuk anti-dumping untuk produk biodiesel Indonesia dan Argentina pada Rabu (21/2). Meski masih dalam proses penyelidikan United States Internasional Trade Comission (USITC), namun pemerintah Indonesia telah menyiapkan langkah dan siap menggugat AS ke World Trade Organization (WTO).

Direktur Pengamanan Perdagangan, Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan, Pradnyawati menyatakan perhitungan besaran bea masuk dilakukan tanpa dasar dan bertentangan dengan kententuan anti-dumping WTO.


(Baca : Indonesia Menangkan Sengketa Biodiesel dengan Uni Eropa)

“Kami akan memperjuangkan kepentingan eksportir Indonesia di tingkat USITC melalui submisi dan dengar pendapat,” kata Pradnyawati dalam keterangan resmi, Jakarta, Jumat (23/2).

Investigasi USITC akan membuktikan ada atau tidak kerugian yang dialami industri AS untuk impor biodiesel Indonesia. Putusan final untuk penentuan pengenaan bea masuk bakal keluar pafa 6 April 2018 mendatang.

Jika ditemukan kerugian, Wilmar Trading PTE Ltd. dan PT Musim Mas selaku eksportir biodiesel bakal dikenakan bea masuk masing-masing 92,52% dan 276,65%. Sebaliknya, jika tidak, kasus akan dihentikan dan bea masuk anti-dumping tidak jadi dikenakan.

(Baca juga: Resolusi Sawit Uni Eropa Mengecewakan, Pemerintah Bakal Lapor ke WTO)

“Pemerintah dan produsen biodiesel Indonesia memiliki hak untuk mengajukan gugatan terhadap AS di forum Dispute Settlement Body WTO dan juga di forum USCIT,” ujar Pradnyawati.

Sebagai informasi pihak produsen Biodiesel Indonesia telah mengajukan gugatan di forum USCIT atas keputusan yang mengenakan BMAS atas produk biodiesel pada 9 November 2017 lalu. Pradnyawati yakin upaya perusahaan eksportir Indonesia untuk banding atas putusan BMAD akan membuahkan hasil positif.

Bea masuk anti-subsidi telah berdampak negatif bagi produsen dengan terhentinya ekspor biodiesel ke AS. Bea masuk anti-dumping juga akan menekan biodiesel Indonesia.

Karenanya, pemerintah juga bekerja sama dengan Asosiasi Produsen Biodiesel Indonesia (Aprobi) untuk mempersiapkan langkah strategis dalam upaya banding melalui WTO di Jenewa, Swiss.

“Secara individual, produsen Biodisel akan memperjuangkan hak-hak mereka secara optimal di pengadilan AS dengan dukungan penuh dari Pemerintah,” jelasnya.

Sebelumnya, Ketua Harian Aprobi Paulus Tjakrawan mengungkapkan kekhawatirannya akan terjadinya efek domino atas tindakan proteksionis AS dan Uni-Eropa terhadap produk biodiesel Indonesia. “Langkah ini bisa saja ditiru oleh negara tujuan ekspor biodiesel lainnya,” ujar Paulus.

Pasalnya, Uni-Eropa juga melakukan penyelidikan anti-dumping terhadap produk Biodiesel Indonesia dan menerapkan BMAD atas ekspor Biodiesel Indonesia di EU. Namun, Indonesia telah memenangkan sengketa di WTO (DS480 case) secara telak.

WTO menyatakan bahwa tindakan Uni Eropa menggunakan data biaya produksi di luar data perusahaan Indonesia tidak sesuai dengan ketentuan WTO Anti-Dumping Agreement. Bahkan, produsen biodiesel Indonesia secara individual telah memenangkan keberatan mereka di Pengadilan Umum Uni-Eropa.

Berdasarkan data Trade Map statistik impor AS terhadap produk biodiesel Indonesia terus mengalami peningkatan sejak tahun 2014 hingga tahun 2016 baik secara volume maupun nilai. Rata-rata terjadi kenaikan kenaikan terbesar secara nilai adalah pada tahun 2016 dimana impor biodiesel AS dari Indonesia meningkat sebesar 74,35% atau senilai US$ 268,2 Juta.

Setelah inisiasi kasus anti-dumping, ekspor Indonesia turun menjadi US$ 71 ribu per kuartal ketiga tahun 2017 atau mengalami penurunan sebesar 99,97% dibandingkan tahun 2016.

Reporter: Michael Reily