Biaya proyek kereta cepat Jakarta-Bandung akan bertambah dari US$ 5,9 miliar (sekitar Rp 80,3 triliun) menjadi US$ 6,071 miliar (sekitar Rp 82,7 triliun). Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama PT Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC) Dwi Windarto mengatakan, penambahan sekitar Rp 2 triliun untuk membiayai asuransi selama pengerjaannya.
Selain itu, proyek kereta cepat Jakarta-Bandung juga diwajibkan memiliki debt service reserve account (DSRA). Menurut Dwi, seluruh tambahan tersebut meningkatkan nilai investasi proyek kereta cepat Jakarta-Bandung hingga US$ 100 juta.
"Jadi reserve account yang harus ditanggung KCIC karena pinjaman," kata Dwi di Kemenko Maritim, Jakarta, Selasa (20/2). (Baca juga: Luhut Sebut Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung Bisa Mundur ke 2024)
Menurut Dwi, nilai tersebut nantinya akan didapat sebesar 25% dari ekuitas KCIC yang berasal dari Beijing Yawan dan PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) dengan komposisi 40:60. Sementara 75% sisanya akan berasal dari pinjaman China Development Bank (CDB).
"Sebesar 75% CDB, 25% dari ekuitas pemegang saham," kata Dwi.
Pencairan pinjaman dari CDB untuk proyek kereta cepat Jakarta-Bandung masih terhambat hingga saat ini. Menurut Dwi, hal tersebut lantaran belum terbebasnya seluruh lahan untuk kereta cepat Jakarta-Bandung.
Hingga saat ini, pembebasan lahan untuk kereta cepat Jakarta-Bandung baru mencapai 53%. Padahal, pembebasan lahan tersebut merupakan syarat yang diberikan CDB agar pinjaman segera cair.
"Namanya orang cari pinjaman adalah komunikasi, yaitu administrasi. Tapi dari sisi fisik pengadaan lahan 53%," kata Dwi.