Pemberantasan barang impor ilegal, seperti telepon genggam atau ponsel akan terus dilakukan pemerintah sejalan dengan hilangnya potensi penerimaan negara. Karenanya, pertumbuhan industri dalam negeri dan investasi diharapkan terpacu guna memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri yang besar.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menjelaskan industri telepon genggam memang tidak terproteksi karena bebas bea masuk. Alasannya, Indonesia memiliki populasi penduduk yang besar sehingga pasarnya juga sangat banyak.
Namun, industri lokal sebenarnya memiliki kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dalam negeri. Data kementerian perindustrian mencatat jika pada 2014, impor ponsel sebesar 60 juta unit dengan produksi lokal hanya sebesar 5,7 juta unit. Sementara pada 2017 angka produksi lokal sudah naik signifikan mencapai 60,5 juta ponsel, sedangkan impor kini hanya sekitar 11,4 juta unit.
Besarnya kemampuan produksi dalam negeri juga menandakan menggeliatnya investasi di sektor ini. Menurut Airlangga, di Indonesia saat ini sudah terdapat sekitar 70 industri perakitan ponsel dan suku cadang dengan 22 merek nasional dan global.
(Baca : Sri Mulyani cs Musnahkan Miras Impor Ilegal Bernilai Puluhan Miliar)
Airlangga juga menyebut maraknya pembanguna pabrik ponsel juga karena didukung oleh regulasi yang mengharuskan ponsel berteknologi 4G yanag dipasarkan di Indonesia wajib menggunakan 30% komponen lokal. Sehingga dengan banyaknya pabrik ponsel di dalam negeri, hal itu tentu akan lebih banyak memberi nilai tambah. Pemerintah mendorong hilirisasi di sektor teknologi informasi dan komunikasi.
“Tidak ada alasan untuk impor ilegal karena kesempatannya sudah terwakili di sini,” katanya di Kantor Direktorat Jenderal Bea Cukai, Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (15/2).
Sebelumnya, pemerintah melalui Ditjen Bea Cukai bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani didampingi Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, Menkominfo Rudiantara dan Kapolri Tito Karnavian melakukan pemusnahan terhadap 12.144 unit ponsel ilegal dengan nilai impor mencapai Rp 18,2 miliar. Adapun potensi kerugian negara dari impor tersebut sebesar Rp 3,1 miliar.
(Baca juga : Lima Kementerian dan Lembaga Kerjasama Awasi Barang Beredar)
Menteri Keuangan Sri Mulyani pun mencatat dengan tambahan impor ilegal tersebut total barang yang dimusnahkan menjadi 20.545 unit dari 1.208 kasus yang sudah ditindak. Menurutnya, puluha ribu ponsel sitaan itu didapat dari penumpang transportasi secara ilegal atau lewat barang kiriman. Sedangkan lokasi penyitaan terjadi di Jakarta, Mataram, Tanjung Perak, Batam, Entikong, dan Bali. Nilai ponsel yang dimusnahkan tersebut diperkirakan mencapai Rp 59,6 miliar dan estimasi kerugian negara Rp 10,3 miliar.
Sri menjelaskan penindakan impor akan dioptimalkan, karena penerimaan negara naik 67% dari setiap importir berisiko. Padahal, biasanya industri tidak mencapai target namun lebih terkoreksi. Selain itu, dengan penegakan hukum, diharapkan iklim usaha menjadi lebih kondusif.“Industri dalam negeri meningkat lebih dari 30 persen, hal positif yang akan kita jaga,” ujarnya.