Empat Jenis Kendaraan Rendah Emisi Akan Dapat Insentif

Arief Kamaludin|KATADATA
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto meninjau mobil listrik Nissan E-Power di ajang GIIAS 2017, Tangerang Banten, Kamis (10/8/2017).
Penulis: Dimas Jarot Bayu
Editor: Yuliawati
24/1/2018, 10.22 WIB

Pemerintah masih menggodok aturan mengenai insentif kendaraan emisi karbon rendah (low cost emission vehicle/LCEV). Dalam aturan yang masih dibahas antara Kementerian Perindustrian dengan Kementerian Keuangan, akan memberikan insentif untuk empat jenis kendaraan emisi karbon rendah.

Dalam pembahasan aturan tersebut, rencananya insentif akan diberikan untuk kendaraan hybrid, plug-in hybrid, listrik, dan kendaraan yang berbahan bakar hidrogen. Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan Kementerian Perindustrian Putu Juli Ardika mengatakan, kendaraan listrik dan berbahan bakar hidrogen akan diberikan insentif lebih tinggi.

Alasannya, dua kendaraan tersebut menghasilkan emisi yang lebih rendah dibanding hybrid dan plug-in hybrid. Kendati, ia menilai kendaraan listrik dan berbahan bakar hidrogen masih akan bertahap dioperasikan di Indonesia.

"Kalau kami langsung loncat akan perlu infrastruktur yang besar, perlu investasi yang besar, nah itu mungkin nanti. Tapi sebelum ke sana mungkin hybrid, plug-in hybrid," kata kata Juli ketika dihubungi Katadata, Selasa (23/1).

(Baca: Menperin: Tanpa Insentif Fiskal, Mobil Listrik Lebih Mahal 30%)

Juli mengatakan, aturan mengenai insentif yang akan diberikan kepada empat jenis kendaraan emisi karbon rendah tersebut masih alot dibahas antara Kementerian Perindustrian dan Kementerian Keuangan, khususnya Badan Kebijakan Fiskal (BKF). Nantinya aturan mengenai pemberian insentif akan diterbitkan dalam bentuk Peraturan Menteri Keuangan. 

Dia menjelaskan pemerintah harus melakukan penyesuaian dengan target penurunan emisi karbon di Indonesia. Hal ini sesuai dengan komitmen pemerintah untuk menurunkan emisi karbon dalam Konferensi Tingkat Tinggi Perubahan Iklim Dunia (UNFCCC COP21) Paris.

Dalam komitmen Paris (Paris Agreement) tersebut, pemerintah bersepakat menurunkan emisi karbon pada 2030 sebesar 29% dengan upaya sendiri. Adapun, pemerintah bersepakat menurunkan emisi karbon sebesar 41% dengan kerjasama dan bantuan dari luar negeri.

"Kami kan perlu melakukan suatu penyesuaian-penyesuaian dengan target yang diharapkan," kata Putu.

Selain itu, pemerintah juga perlu menyesuaikan dengan dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi dan penjualan kendaraan bermotor. "Kami mencari formula yang tepat dan pasti. Itu semua dipetakan kembali. dan semua disimulasikan," kata Putu.

(Baca: Jokowi Setuju Rencana Wajib Produksi Mobil Listrik Tahun 2025)

Sebelumnya Menteri Perindustrian Airlangga Hartanto mengklaim produsen otomotif di Indonesia telah siap memproduksi kendaraan listrik. Namun, tanpa insentif fiskal harga mobil listrik dapat lebih mahal 30% dari biasanya.

“Sekarang para manufaktur sudah punya teknologinya, tinggal diberi insentif. Kalau tanpa insentif, harga mobil listrik bisa lebih mahal 30% daripada mobil biasa, karena menggunakan dua engine,” jelasnya.

Airlangga mengatakan, insentif dapat diberikan secara bertahap disesuaikan dengan komitmen pendalaman manufaktur yang telah diterapkan di beberapa sektor industri. “Misalnya, insentif diberikan karena membangun pusat penelitian dan pengembangan untuk komponen motor listrik, baterai, dan power control unit, serta peningkatan penggunaan komponen lokal,” sebut Airlangga.

Airlangga menyatakan, pemerintah menargetkan pada 2025 sekitar 25% atau 400 ribu unit kendaraan LCEV sudah masuk pasar Indonesia. “Dalam roadmap yang kami kembangkan, LCEV didorong melalui berbagai tahapan,” tuturnya.