Batal Buat Joint Venture Proyek LRT, KAI Utang ke Bank Rp 18 Triliun

ANTARAFOTO/Yulius Satria Wijaya
Aktivitas pembangunan proyek kereta ringan atau Light Rail Transit (LRT) di samping Tol Jagorawi, Cibubur, Jakarta Timur, Rabu (11/10).
Penulis: Miftah Ardhian
Editor: Yuliawati
8/12/2017, 21.41 WIB

Pemerintah memutuskan menggunakan skema awal pembangunan proyek Light Rail Transit (LRT) Jakarta, Bogor, Depok, Bekasi (Jabodebek), sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 49 Tahun 2017 tentang penyelenggaraan LRT Jabodebek. Pemerintah juga memutuskan tidak banyak melakukan perubahan terkait dengan skema pendanaan proyek tersebut.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan menjelaskan, PT Kereta Api Indonesia (Persero) tetap ditugaskan menjadi investor dalam proyek tersebut dan tidak jadi membangun perusahaan patungan (Joint Venture/JV) dengan perusahaan lainnya.

"Karena yang akan diberikan jaminan itu PT KAI, tidak bisa menjamin yang bukan (milik) pemerintah," ujar Luhut saat konferensi pers, di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Jakarta, Jumat malam (8/12).

(Baca: Kementerian BUMN Minta Revisi PP LRT Jabodebek untuk Tarik Investor)

Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, total nilai investasi yang perlu dikeluarkan untuk proyek ini sebesar Rp 29,9 triliun. Kebutuhan dana ini akan diperoleh dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) melalui Penyertaan Modal Negara (PMN) ke Adhi Karya sebesar Rp 1,4 triliun dan dan pinjaman pihak ketiga sebesar Rp 2,8 triliun yang digunakan untuk berinvestasi sebagian prasarana seperti depo dan pembangunan TOD.

Sementara, KAI akan mendapatkan PMN sebesar Rp 7,6 triliun, termasuk dengan yang sudah dianggarkan di APBN 2018 sebesar Rp 3,6 triliun. Adapun, untuk menutupi kekurangannya, KAI akan melakukan pinjaman sekitar Rp 18 triliun. "Jadi, beban APBN tidak akan terlalu berat," ujar Sri Mulyani.

Pemerintah berkomitmen menjaga keuangan BUMN yang menerima penugasan dengan memberikan dukungan dalam berbagai bentuk, antara lain PMN, jaminan pemerintah, bantuan dan subsidi, serta insentif fiskal sesuai aturan perundang-undangan. Subsidi ini sendiri akan diberikan selama 12 tahun sesuai dengan waktu pelunasan pinjaman proyek tersebut. Namun, nilainya sendiri akan dibicarakan lebih lanjut.

(Baca: Biaya Proyek LRT Membengkak, KAI Berharap Tambahan Subsidi)

Sri Mulyani kembali menjelaskan, pendapatan dari proyek ini akan diumumkan secara transparan. Untuk melunasi pinjaman tersebut, dana akan diperoleh dari penjualan tiket yang dipegang oleh KAI dan penyewaan TOD yang akan dibangun oleh Adhi Karya. Untuk itu, Sri Mulyani mengatakan, Kementerian Perhubungan akan melakukan kontrak lanjutan dengan dua pihak tersebut.

Luhut mengatakan, target penyelesaian pendanaan proyek ini pada 21-22 Desember 2017 dengan tingkat keuntungan atau Internal Rate of Return (IRR) sebesar 8,9%. Namun, angka IRR ini bisa bertambah menjadi 11 persenan dengan proyek Transit Oriented Development (TOD) atau hunian di dekat stasiun-stasiun LRT tersebut. Diharapkan proyek ini pun bisa beroperasi secara komersial pada pertenganan tahun 2019.

Adapun, dana talangan yang telah di keluarkan PT Adhi Karya (Persero) selama ini akan dicairkan pada 15 Januari 2017.

Sementara itu Menteri BUMN Rini Soemarno mengatakan, dengan kesepakatan ini, tercipta suatu alternatif pendanaan yang tidak memberatkan APBN, tetapi akan tetap berjalan dengan adanya jaminan pemerintah terhadap investor.

"Ini bisa mempercepat pembangunan publik transportasi dengan struktur seperti ini," ujarnya. Rini menjelaskan, adanya penurunan sekitar Rp 1 triliun akibat adanya efisiensi dalam pembangunan depo dan TOD yang dilakukan oleh Adhi Karya.

(Baca juga: BUMN Harus Mengerjakan Proyek yang Tak Diminati Swasta)

Adapun, Direktur Utama Bank Mandiri Kartika Wirjoatmodjo menuturkan, jumlah utang yang akan diambil KAI untuk pembangunan proyek ini sekitar Rp 18,1 triliun. Jumlah ini akan dibagi kepada tiga bank BUMN yakni Bank Mandiri, Bank BNI, dan Bank BRI. Selain itu, akan ada PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) dan dua bank swasta lainnya. Pinjaman ini sendiri akan dikenakan bunga 8,25% selama 12 tahun.

"(Porsi Mandiri) Rp 3-5 triliun karena akan ada pembiayaan buat depo dan TOD ke Adhi Karya juga," ujar Kartika. Adapun pinjaman untuk membangun depo dan TOD ini adalah sebesar Rp 2,8 triliun tetapi tenor dan bunga nya masih akan dibicarakan lebih lanjut.

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, pemerintah kemungkinan besar akan menetapkan tarif LRT tersebut seharga Rp 12 ribu. Jika memang harga keekonomian tiket seharusnya Rp 24 ribu, maka pemerintah akan mensubsidi sisanya yakni sekitar Rp 12 ribu. Namun, Budi memastikan, skema subsidinya akan tetap disesuaikan dengan pendapatan yang diperoleh.

"Jadi gap nya itu yang kami subsidi, dihitung ada gap berapa nanti kami bayar. Tapi gambarannya satu orang Rp 12 ribu," ujar Budi.

Reporter: Miftah Ardhian