Pemerintah tengah mengatur pembagian tugas dalam pengembangan ekonomi kreatif untuk kementerian dan lembaga. Peraturan Presiden (Perpres) ini bakal dikeluarkan sebagai acuan dalam mengembangkan ekonomi kreatif untuk tiap sektor.
Wakil Kepala Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Ricky Joseph Pesik menyatakan Perpres ini akan membagi wewenang dalam menjalankan program ekonomi kreatif. “Diperlukan koordinasi antarlembaga supaya tidak ada kesamaan dalam pembuatan program ekonomi kreatif,” kata Ricky di Jakarta, Selasa (28/11).
Adanya kesamaan program antarkementerian dan lembaga bakal menyebabkan tumpang tindih kewenangan dan kerja, sehingga penggunaan anggaran menjadi tidak efisien. Karena itulah, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mengkaji aturan mengenai pembagian tugas setiap kementerian dan lembaga dalam menjalankan program pengembangan ekonomi kreatif.
(Baca: Bekraf Kejar Target PDB Rp 1.000 Triliun dari Industri Kreatif)
Targetnya, rancangan Perpres tersebut bisa rampung pada akhir tahun, sehingga bisa segera disahkan dan mulai dijalankan pada tahun depan. “(Kini) rancangannya tinggal diparaf Presiden, melibatkan 16 kementerian dan lembaga,” ujar Ricky.
Menurutnya, fungsi utama Bekraf berada di hilir dalam menjalankan program dan berhubungan langsung dengan pelaku ekonomi kreatif. Bentuknya berupa pendukungan fasilitasi dan akselerasi, agar produk dan konten ekonomi kreatif bisa mendapatkan nilai tambah.
“Masalah persiapannya ada di sektor hulu, kementerian dan lembaga terkait,” ujarnya. Contohnya, dasar-dasar industri kerajinan ditata oleh Kementerian Perindustrian, sedangkan Bekraf hanya mengupayakan supaya pelaku usaha mendapatkan nilai tambah paling tepat dengan kepastian mendapatkan hak intelektual.
Selain tindak lanjut program kementerian dan lembaga, Bekraf juga memiliki beberapa kegiatan rintisan untuk mendukung ekonomi kreatif. Salah satunya untuk produk nonkonvensional dengan nilai tambahnya berupa royalti. (Baca: Sri Mulyani Anggap Generasi Milenial Aset Penggerak Ekonomi)
Ricky mengungkapkan selama ini nilai tambah lisensi dan royalti merupakan sisi pendapatan yang masih kecil bagi ekonomi kreatif. Padahal, sektor ini sangat kaya dengan inovasi. Dia mengaku pemerintah tidak boleh lengah dengan kesempatan yng ditawarkan inovasi dan digitalisasi. “Sebenarnya mesti ditangani Bekraf secara serius,” ujarnya.
Saat ini perubahan paradigma dalam bentuk pemasaran produk kreatif sudah terjadi. Dia mencontohkan Disney dan Marvel yang 80 persen pendapatannya berasal dari lisensi dan royalti, bukan produknya. Bekraf ingin ekonomi kreatif di dalam negeri juga bisa melakukan hal yang sama.
“Potensi produk ekonomi kreatif dalam bentuk fisik juga masih bisa dikembangkan,” kata Ricky.