Industri otomotif membutuhkan peningkatan kualitas dan kuantitas baja. Penyebabnya, untuk produksi sepeda motor, Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) masih mengimpor baja sebanyak 59% dari total bahan yang dibutuhkannya.
Ketua Bidang Komersial AISI Sigit Kumala menyatakan, besarnya jumlah impor baja yang dibutuhkan merupakan salah satu kendala utama industri. “Kalau pemerintah bisa menyediakan baja dalam negeri, akan membuat produksi lebih besar,” kata Sigit dalam Focus Group Discussion Kamar Dagang Industri (Kadin) Indonesia di Jakarta, Senin (27/11).
Data AISI, Indonesia merupakan produsen sepeda motor terbesar di Asia Tenggara. Tahun lalu, Indonesia menghasilkan 5,9 juta unit sepeda motor dari total 12 juta unit yang diproduksi di Asia Tenggara.
Kontribusi ekspor sepeda motor juga mencapai 7% dari total kapasitas nasional. “Kami ekspor hingga 400 ribu unit tahun lalu,” jelas Sigit. Pemerintah pun menargetkan ekspor bisa melebihi 10% total produksi pada 2022.
Oleh karena itu, industri butuh bahan baku dari dalam negeri untuk meningkatkan tingkat kompetitif produk. Selain baja, sebanyak 11% kebutuhan bijih plastik dan 4% karet sintetis juga masih diimpor. Menurut Sigit, penyediaan produk secara mandiri sengan harga yang lebih murah di dalam negeri bisa meningkatkan daya saing produk di pasar dunia.
Di samping bahan baku, AISI juga meminta rencana peta jalan untuk industri penunjang. “Perancangan jangka panjang untuk memudahkan penyusunan anggaran ke depan,” tutur Sigit.
Sementara, Direktur Utama PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia Warih Andang Tjahjono total produksi tahun ini diproyeksikan sebesar 1,4 juta unit. Padahal kapasitasnya mencapai 2 juta unit tiap tahun.
(Baca juga: Pemerintah Serahkan Pengelolaan Pelabuhan Batam kepada BP Batam)
Ia menyebut pertumbuhan tahun depan tidak terlalu signifikan. “Situasi ekonomi masih belum tinggi, tapi kompetisi tidak besar,” kata Warih.
Tahun ini, ekspor Toyota juga baru sekitar 180 ribu unit. Peningkatan ekspor, menurut Warih, harus dilakukan dengan mencari potensi destinasi baru. Ia pun membidik pasar Laos dan Afrika Utara tahun depan.
Warih juga meminta pemerintah memberikan kemudahan dengan produksi bahan baku dalam negeri. “Produk dari Indonesia seharusnya materialnya juga dari Indonesia,” tuturnya.