Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menyatakan akan melepas pengelolaan akan bandara dan pelabuhan yang masih dipegangnya saat ini. Dengan begitu, Kemenhub pun bisa menghemat Rp 1 triliun per tahun untuk membangun proyek infrastruktur lainnya.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menuturkan, sebagai regulator, pihaknya seharusnya tidak boleh sekaligus menjadi operator baik pelabuhan maupun bandara. Pengelolaan infrastruktur tersebut seharusnya dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun swasta.
Saat ini, Kemenhub masih ikut mengoperatori 100 an bandara dan pelabuhan. Namun, Budi mengatakan, kemenhub tidak akan melepas seluruh operasional badara dan pelabuhan tersebut sekaligus.
(Baca juga: Menhub Ingin Kontraktor Patimban Berpengalaman Garap Proyek Besar)
Budi mengatakan, Kemenhub telah memilah 10 bandara dan 20 pelabuhan yang operasionalnya secara ekonomis bisa dikelola oleh swasta maupun BUMN. "Jadi APBN yang dikucurkan Kemenhub untuk 30 itu bisa dialihkan ke proyek lain, efisiensinya bisa sampai Rp 1 triliun," ujarnya di kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta, Jumat (17/11).
Budi mencontohkan, bandara yang akan dilepas pengelolaannya adalah badara Raden Inten II di Provinsi Lampung. Menurutnya, jika diitung pendapatan dan pengeluarannya, maka, bandara tersebut dapat menghasilkan kinerja keuangan yang positif untuk menarik BUMN maupun swasta.
Ia mengakui jika pengelolaan bandara diserahkan ke swasta, biaya yang akan di keluarkan oleh pengguna akan lebih mahal. Meski, harga yang dibayarkan akan sejalan dengan perbaikan fasilitas yang diberikan. "Tadinya yang apronnya jauh jadi dekat. Kemudian, yang tadinya tidak pakai garbarata jadi pakai," ujar Budi.
(Baca juga: Kebut Infrastruktur, Pemerintah Pastikan Defisit Anggaran Terjaga)
Selain itu, terdapat pula Pelabuhan di Bima yang operasionalnya dialihkan dari Kemenhub ke PT Pelindo III. Walaupun pengguna Pelabuhan harus mengeluarkan biaya yang lebih besar, tetapi pihak Pelindo III diklaim akan menanamkan investasi berupa pemasangan crane. Dengan demikian, waktu tambat kapal yang tadinya butuh 3 hari, menjadi hanya 1 hari.
Budi menekankan, pelepasan operasional bandara maupun pelabuhan tidak sama dengan menjualnya. Ia pun menepis isu penjualan Bandara Soekarno Hatta. “Tidak ada menjual aset bandara tersebut. Lebih banyak kerja sama operasi," ujarnya.