Pemerintah akan terus mengupayakan pembangunan infrastruktur di Indonesia, tapi tidak sampai membebani anggaran negara terlalu berat. Terdapat tiga skema yang dilakukan untuk bisa menjaga defisit Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Dengan begitu setiap proyek yang dibangun dipastikan tidak akan mangkrak.
Direktur Jenderal Pengelolaan, Pembiayaan, dan Risiko Kementerian Keuangan Robert Pakpahan menjelaskan anggaran yang dibutuhkan untuk membangun infrastruktur sekitar Rp 5.000 triliun. Dana tersebut dibutuhkan dalam lima tahun, mulai dari tahun 2014.
Sementara anggaran negara yang bisa digunakan untuk membiayainya diperkirakan hanya 30 persen dari kebutuhan. Makanya perlu dibuat skema pendanaan lain, terutama melibatkan pihak swasta untuk membiayai pembangunan infrastruktur tersebut.
(Baca: Pendanaan Infrastruktur Non-APBN 2018 Ditargetkan Rp 40,5 Triliun)
Meski alokasi anggaran negara untuk pembangunan infrastruktur ini hanya 30 persen, namun terdapat isu terkait dengan penerimaan negara yang menurun. Sehingga pemerintah kesulitan menutupinya. Menurut Robert, masyarakat tidak perlu khawatir, lantaran pemerintah tetap akan menjaga anggaran negara dalam batas yang aman.
"Asal utangnya di-manage dan defisit anggaran tidak boleh lebih 3 persen itu sudah aman. Utang tidak boleh lebih 60 persen dari Gross Domestic Product (GDP)," ujar Robert dalam diskusi Forum Merdeka Barat (FMB), di Ruang Serbaguna Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta, Jumat (17/11).
Secara umum, kata dia, dana APBN untuk pembangunan infrastruktur akan disalurkan melalui belanja kementerian dan lembaga negara, yang porsinya terus meningkat tajam yakni 18,5-19 persen dari total APBN. Tahun ini sekitar Rp 400 triliun dan tahun depan mencapai Rp 409 triliun. Selain itu, terdapat pula transfer dana ke daerah dan dana desa yang sebagian harus digunakan untuk membangun infrastruktur.
(Baca: Waskita Akan Jual Surat Utang Rp 7 Triliun untuk Biayai Proyek Tol)
Skema kedua, di luar APBN adalah penugasan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk membangun proyek yang kurang strategis dan ekonomis di mata investor swasta. Namun, tetap akan ada Penyertaan Modal Negara (PMN) untuk membantu permodalan BUMN tersebut, agar bisa mendapatkan utang lebih besar.
Ketiga, pemerintah mencari pendanaan alternatif dengan menerbitkan skema kerjasama pemerintah dan badan usaha (KPBU) untuk membangun infrastruktur publik yang dinilai ekonomis dan menarik bagi swasta, seperti jalan tol, sistem penyediaan air minum (SPAM). Sehingga, porsi ideal pendanaan pembangunan infrastruktur ini sebesar 41,3 persen oleh pemerintah, BUMN 22,2 persen, dan swasta 36,5 persen.
(Baca: Bappenas Tawarkan Dua Skema Pendanaan Infrastruktur bagi Swasta)
Robert menjelaskan, pemerintah tetap akan membangun infrastruktur ini. Dirinya mencontohkan, menurut survei Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, untuk menempuh 100 km perjalanan darat di Indonesia rata-rata membutuhkan waktu 2,6 jam. Angka ini jauh di atas Malaysia yang 1,1 jam dan Tiongkok 1,2. Akibatnya, biaya logistik Indonesia sangat tinggi dan tidak efisien. Sehingga harga-harga barang mahal dan menyebabkan inflasi.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menjelaskan untuk menjaga anggaran, pihaknya memilah-milah proyek yang dianggap prioritas. Sedikitnya terdapat 10 bandara dan 20 pelabuhan yang telah dijadikan prioritas pembangunan. Seluruh proyek ini dianggap cukup menarik bagi swasta, karenanya Budi pun akan menawarkan skema KPBU.
"Jadi, kalau ada misalkan 10 proyek, tetapi dananya hanya untuk 5, ya kami akan pilih yang prioritas," ujar Budi. Dirinya pun memastikan, dengan skema-skema ini, seluruh proyek yang tengah dan akan dikerjakan sesuai rencana kerja pemerintah akan diselesaikan.
(Baca juga: BUMN Harus Mengerjakan Proyek yang Tak Diminati Swasta)