Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat industri makanan dan minuman tumbuh 9,46% pada triwulan ketiga 2017, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 7,19%. Pencapaian ini berbeda dengan klaim pengusaha sebelumnya yang mengeluhkan melambatnya penjualan karena terpukul pelemahan daya beli masyarakat.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyatakan, industri makanan dan minuman (mamin) juga memberikan kontribusi signifikan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nonmigas.
“Industri ini turut mendorong produksi sektor pertanian melalui pengolahan dan penyerapan bahan bakunya serta mampu membuka lapangan kerja yang banyak,” kata Airlangga dalam keterangan resmi dari Jawa Tengah, Selasa (7/11).
(Baca juga: Pengusaha Makanan Minuman Keluhkan Penjualan Terpukul Daya Beli Lemah)
BPS mencatat, industri mamin memberi sumbangan sebesar 34,95% dari total PDB nonmigas pada triwulan III 2017. Angka ini menjadi yang tertinggi dibanding industri barang logam, komputer, barang elektronik, optik dan peralatan listrik dengan kontribusi 10,46% dan industri alat angkutan 10,11%.
Catatan Kementerian Perindustrian, industri makanan dan minuman menyerap 3.316.186 tenaga kerja. Sementara, medio Januari-September 2017, nilai investasi industri ini mencapai Rp 27,9 triliun untuk penanaman modal dalam negeri (PMDN) dan penanaman modal asing (PMA) sebesar RP 18,9 triliun.
“Kami tengah memacu pengembangan inovasi dan penerapan standar keamanan produk di industri mamin nasional agar lebih berdaya saing di kancah global sehingga akan mendorong perluasan pasar ekspor,” kata Airlangga.
(Baca juga: Industri Tumbuh 4,3%, Pengusaha Masih Keluhkan Suku Bunga)
Tingginya angka pertumbuhan industri makanan dan minuman yang dinyatakan oleh BPS bertentangan dengan klaim pengusaha. Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S. Lukman sempat menyatakan bahwa saat Lebaran lalu pertumbuhan industrinya tak sesuai harapan, dan makin merosot setelah itu.
"Sampai akhir tahun kira-kira 6% pertumbuhannya. Padahal saya harapkan Agustus naik karena Lebaran, tetapi di retail malah turun," ujar Adhi, Senin (30/10) lalu.
Ia juga menyatakan bahwa lesunya industri makan dan minuman disebabkan daya beli masyarakat yang menurun, bukan perpindahan ke belanja secara elektronik. Sebab, jumlah produk makanan dan minuman yang dijual melalui e-commerce masih sedikit.
(Baca juga: Pengusaha Makanan dan Minuman Tolak Wacana Cukai Plastik)
Saat dikonfirmasi ulang, Adhi masih enggan berkomentar banyak karena sedang berada di Solo untuk menghadiri pernikahan puteri Presiden Joko Widodo (Jokowi). “Mungkin perlu kami bahas dan sinkronisasi data,” ujarnya.