SEJAK awal tahun, tak kurang dari 15 kali, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan mengumpulkan para menteri dan pimpinan BUMN untuk rapat membahas proyek light rail transit (LRT). Proyek kereta cepat ringan itu memang sedang dirundung sejumlah masalah.
Pokok soalnya bermacam-macam. Mulai dari urusan pendanaan yang seret, ruwetnya pembebasan lahan, hingga masalah teknis pembangunan proyek yang njelimet. Telah banyak upaya yang dilakukan pemerintah agar proyek ini tak sampai terhenti. Targetnya, bisa rampung pada 2019, di akhir masa pemerintahan Presiden Joko Widodo.
LRT hanyalah salah satu dari 245 proyek strategis dan 2 program prioritas yang dicanangkan pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (Jokowi-JK). Melalui Peraturan Presiden Nomor 3 tahun 2016, yang telah direvisi menjadi Perpres 58/2017, pemerintah berusaha tancap gas untuk mempercepat pembangunan proyek-proyek strategis nasional (PSN).
Dari ratusan proyek strategis ini, sesungguhnya terdapat banyak proyek yang telah diinisiasi sejak puluhan tahun. Meski begitu, ada yang proses pembangunannya tak pernah berjalan sama sekali atau mandek di tengah jalan. Beberapa di antaranya adalah tol Trans Jawa yang sudah terseok-seok selama 20 tahun dan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Umbulan yang digagas sejak 40 tahun silam.
Dengan program percepatan ini, ditargetkan proyek-proyek strategis itu bisa diselesaikan hingga masa pemerintahan Jokowi-JK berakhir pada 2019. “Kami terus menggenjot pembangunan infrastruktur, karena selama ini Indonesia sudah tertinggal jauh dibandingkan dengan negara lain,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution pada Rapat Koordinasi Nasional Kadin, di Jakarta, Selasa (3/10).
Darmin pernah mengungkapkan bahwa permasalahan utama yang menghambat proyek infrastruktur adalah pengadaan lahan. Porsinya sekitar 44 persen dari total hambatan proyek Sisanya masalah perencanaan dan persiapan pembangunan yang kurang memadai sekitar 25 persen, keterbatasan dana untuk membangun proyek (17 persen) dan masalah perizinan (12 persen).
Masalah-masalah inilah yang membuat pembangunan infrastruktur di Indonesia sulit berjalan, bahkan banyak yang mangkrak. Untuk memecah kebuntuan itu, sejumlah terobosan coba dilakukan pemerintah. Guna mengatasi masalah lahan, Presiden Jokowi menerbitkan Perpres Nomor 102 Tahun 2016 tentang Pengadaan Tanah Proyek Strategis Nasional pada akhir tahun lalu.
Darmin pernah mengungkapkan bahwa permasalahan utama yang menghambat proyek infrastruktur adalah pengadaan lahan.
Berlandaskan pada aturan ini, dibentuklah Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) untuk mendanai pengadaan lahan proyek strategis nasional. Swasta juga bisa menalangi pengadaan lahan, yang nantinya akan diganti pemerintah lewat LMAN.
Dalam hal pembiayaan, pemerintah juga menyadari bahwa anggaran negara yang terbatas tak akan cukup. Deputi Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Aloysius Kiik Ro pernah mengungkap, dibutuhkan sekitar Rp 5.500 triliun untuk pembiayaan infrastruktur dalam lima tahun. Jika dirata-rata, setiap tahunnya sekitar Rp 1.100 triliun.
Angka itu jauh dari kemampuan negara. Pembiayaan yang bisa dihimpun dari anggaran pemerintah, BUMN, investasi, dan lain-lain, hanya berkisar Rp 900 triliun. "Rata-rata seperti dirilis, sekitar Rp 200 triliun masih kurang," ujarnya.
Saking besarnya kebutuhan anggaran ini, Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional (PPN)/ Kepala Badan Perencanaan Nasional (Bappenas) pun merevisinya menjadi Rp 4.700 triliun. “Kami sudah koreksi. Porsi APBN sepertiga dan BUMN 25 persen. Sisanya harus didorong swasta dan KPBU (kerja sama pemerintah dan badan usaha),” kata Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brojonegoro saat Musyawarah Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas), April lalu.
Pembiayaan kreatif
Keterbatasan dana membuat pemerintah mulai gencar melibatkan pihak swasta membiayai proyek-proyek infrastruktur melalui model pendanaan kreatif (creative financing). Darmin menjelaskan, ini adalah model pembiayaan yang tidak diambil dari anggaran negara (APBN), yakni dengan meningkatkan peran swasta.
Creative financing yang kini lazim dikenal adalah skema kerjasama pemerintah dan badan usaha (KPBU) atau Public-Private Partnership (PPP). Skema ini sebenarnya bukan hal baru. Sebab, telah diterapkan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan nama Kerja Sama Pemerintah Swasta (KPS).
Skema KPBU diatur dalam Perpres Nomor 38 Tahun 2015. Sebagian atau seluruh pendanaan KPBU dapat berasal dari badan usaha, dengan memperhatikan pembagian risiko di antara para pihak.
Untuk mempercepat tahapan KPBU, maka dibentuklah lembaga pendukung, seperti Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur (KKPPI) yang kemudian berganti nama menjadi Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP).
KPPIP mencatat, dari total 245 proyek strategis dan 2 program prioritas, ada 73 proyek yang berpotensi untuk digarap oleh swasta.
Dalam skema KPBU, lembaga pembiayaan infrastruktur di bawah Kementerian Keuangan juga ikut berperan. Ada PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) yang mendampingi dan membiayai badan usaha. Kemudian PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII) yang memberikan instrumen penjaminan atas proyek pembungan infrastruktur, guna memperkecil risiko investor.
Menurut Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro, proyek dengan skema KPBU diutamakan untuk proyek strategis. Jalan tol Batang-Semarang adalah proyek pertama dengan skema KPBU yang mendapat penjaminan oleh pemerintah melalui PII.
KPPIP mencatat, dari total 245 proyek strategis dan 2 program prioritas, ada 73 proyek yang berpotensi untuk digarap oleh swasta.
Sejumlah fasilitas juga disediakan dalam skema KPBU, seperti Viability Gap Fund (VGF). Tujuannya untuk mengatasi ketidaklayakan proyek secara finansial, karena biaya pembangunan atau konstruksi yang mahal, sehingga tidak akan dapat dikembalikan sepenuhnya melalui tarif layanan infrastruktur tersebut.
Proyek Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Umbulan merupakan proyek sektor air minum pertama di Indonesia yang dilaksanakan menggunakan skema KPBU plus fasilitas VGF. Saat meresmikan proyek tersebut, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan Umbulan menjadi contoh bahwa proyek yang rumit pun bisa diselesaikan dengan memperhatikan semua kepentingan.
Di proyek ini, Kementerian Keuangan juga berperan menyediakan fasilitas penyiapan proyek atau project development facility (PDF). Fasilitas ini diberikan melalui PT SMI untuk membantu Pemerintah Provinsi Jawa Timur dalam menyiapkan dan melaksanakan transaksi pendanaan Proyek SPAM Umbulan.
Non Anggaran Negara
Pembiayaan kreatif lainnya berupa skema Pembiayaan Investasi Non-Anggaran Pemerintah (PINA). Skema ini berbeda dengan KPBU yang masih menggunakan suntikan dana APBN dan mendapatkan jaminan fasilitas VGF dan PDF.
PINA tidak menggunakan APBN dan fasilitas tersebut. (Baca: Bappenas Targetkan 3 Proyek Infrastruktur Tak Pakai APBN). Karena itu, proyek PINA harus memberikan imbal hasil yang tinggi untuk menarik investasi swasta.
Proyek yang sedang berjalan dengan model ini adalah pembangunan 15 ruas jalan tol oleh PT Waskita Toll Road. Pembiayaannya oleh PT SMI dan PT Taspen dalam bentuk ekuitas, untuk memenuhi kebutuhan modal tahap awal sebesar Rp 3,5 triliun.
Skema lainnya, yang baru-baru ini juga gencar dikampanyekan adalah pendanaan berbasis pasar modal (market based) seperti sekuritisasi aset. Head of Research Infovesta Utama Edbert Suryajaya menjelaskan, sekuritisasi aset pada dasarnya mengkonversi pendapatan di masa depan dari suatu aset tetap menjadi surat berharga, untuk mendapatkan dana proyek pembangunan di awal.
Beberapa sekuritisasi yang sudah mendapat izin terbit dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah kontrak investasi kolektif efek beragun aset (KIK-EBA) untuk proyek tol PT Jasa Marga Tbk. dan proyek pembangkit PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Di luar mekanisme itu, ada juga penerbitan Reksadana Penyertaan Terbatas (RDPT), seperti yang dilakukan oleh PT Danareksa Investment Management untuk proyek Bandara Kertajati di Jawa Barat. (Baca: Diluncurkan Jokowi, Peminat Sekuritisasi Tol Jagorawi Membeludak)
Dalam upaya melibatkan swasta agar berperan lebih aktif, pemerintah kini sedang merumuskan skema pembiayaan Limited Concession Scheme (LCS) dan Dana Investasi Infrastruktur Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif (DINFRA).
LCS adalah skema pelibatan swasta memperoleh konsesi infrastruktur yang beroperasi. Dananya bisa digunakan untuk membangun proyek infrastruktur yang lain. Sedangkan DINFRA adalah wadah yang menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk diinvestasikan pada aset infrastruktur oleh manajer investasi (MI).
Regulasi dan perizinan
Untuk permasalahan regulasi, birokrasi, dan perizinan, pemerintah melalui Kementerian Koordinator Perekonomian sejauh ini telah mengeluarkan 15 paket kebijakan deregulasi. Tercatat sembilan regulasi dicabut untuk mengurangi hambatan perekonomian.
Selain itu, terdapat 31 regulasi yang direvisi untuk menghilangkan pasal tertentu yang dinilai menghambat perekonomian. Lalu, sebanyak 35 regulasi digabung untuk menyederhanakan perizinan dan peraturan, serta 89 regulasi lama dicabut karena dianggap sudah tidak relevan. Meski begitu, pemerintah juga menerbitkan 49 regulasi baru untuk mewadahi kebijakan baru.
Menurut Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, ada lima terobosan yang membuat progres pembangunan infrastruktur di kementeriaannya berjalan sangat baik. Selain mengatasi masalah lahan, birokrasi, dan pembiayaan, faktor kepemimpinan, serta dukungan inovasi dan riset, amat berperan.
Menurut dia, kepemimpinan yang kuat mampu memberikan pengaruh signifikan dalam mengakselerasi pembangunan. "Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla terjun langsung ke lapangan secara rutin mengecek progres fisik pembangunan berbagai infrastruktur setidaknya dua kali dalam siklus poin,” ujarnya. (Baca: Menteri PUPR Minta Pengerjaan Tol Manado-Bitung Ditambah Jadi 3 Shift)
‘Blusukan’ dilakukan agar proyek-proyek tersebut dapat diselesaikan tepat waktu, berkualitas dan tepat manfaat. "Tidak ada pilihan lain kecuali kerja di Kementerian PUPR dengan 'ritme rock and roll’," ujarnya.
Dukungan inovasi dan riset juga mampu memberikan kualitas proyek yang lebih baik dan efisien.
Badan penelitian dan pengembangan Kementerian PUPR telah menghasilkan kurang lebih 25 teknologi di bidang jalan dan jembatan. Dia mencontohkan proyek Jembatan Antapani di Bandung dan Klonengan di Tegal yang menggunakan teknologi corrugated mortar busa pusjatan (CMP) dalam campuran beton pondasi jembatan. Dengan teknologi ini, proyek tersebut bisa dikerjakan dalam waktu empat bulan. Ini menghemat waktu 50 persen, serta penghematan biaya hingga 70 persen.
(Baca: Kementerian PUPR Sukses Ubah Sampah Plastik Jadi Aspal)
Berkat berbagai terobosan ini, kata Basuki, pembangunan proyek-proyek infrastruktur bisa berjalan cepat. Di sektor jalan, dari target pembangunan 2.650 kilometer pada 2019, hingga tahun ini sudah bisa diselesaikan sepanjang 2.623 km (99 persen).
Proyek tol yang sudah selesai dibangun sejak 2015 hingga saat ini sepanjang 568 km, di atas target yang hanya 468 km. "Kemungkinan pada 2019 nanti, dari target 1.060 km, akan ada penambahan (proyek tol) yang selesai menjadi 1.851 km," kata Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Herry Trisaputra Zuna.