Pemerintah Turunkan Bea Masuk Gula Australia jadi 5%

ARIEF KAMALUDIN | KATADATA
Penulis: Michael Reily
Editor: Pingit Aria
13/9/2017, 16.23 WIB

Indonesia sepakat menurunkan tarif impor gula dari Australia menjadi 5%. Sebelumnya, gula yang masuk dari Negara Kangguru terkena tarif 8-13% sesuai aturan Most Favored Nation (MFN) dalam Australia and New Zealand Free Trade Agreement (AANZFTA).

Sedangkan tarif impor herbisida dan pestisida bagi Australia dibebaskan hingga 0%. "Indonesia menurunkan tarif bea impor gula mentah bagi Australia menjadi sebesar 5%," kata Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Iman Pambagyo dalam keterangan resmi dari Filipina, Rabu (13/9).

Kesepakatan ini merupakan tindak lanjut dari pertemuan dua kepala negara pada Februari lalu, di Sydney, Australia. Kesepakatan bea impor ini akan dituangkan ke dalam perjanjian dagang AANZFTA.

(Baca juga: Pabrik Tidak Efisien, Mendag Tolak Naikkan Harga Eceran Gula)

Untuk hubungan bilateral dengan Australia, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita telah bersepakat dengan Menteri Perdagangan, Pariwisata, dan Investasi Australia Steven Ciobon untuk menyelesaikan Comprehensive Economics Partnership Agreement (CEPA) pada tahun ini.

Enggar meminta pihak Australia untuk membuka akses pasar untuk komoditas tekstil dan minyak kelapa sawit beserta turunannya. "Kita akan terus mendorong agar dapat mencapai perjanjian perdagangan barang yang adil, seimbang, dan saling menguntungkan antar kedua negara," kata Enggar.

Sementara, pihak Australia berharap investasi di Indonesia bakal lebih dimudahkan. Khususnya di sektor infrastruktur, pariwisata, kesehatan, dan pendidikan. Selain itu, sumber daya manusia yang belerja sebagai perawat harus diupayakan untuk ditingkatkan keahlian bahasanya. Alasannya, Australia butuh jasa perawat dari Indonesia.

(Baca juga:  Petani Tebu Unjuk Rasa Tuntut Kenaikan Harga Gula)

Di pihak lain, kebijakan impor gula dari Australia merupakan salah satu poin yang ditentang oleh petani tebu. “Kesulitan penjualan gula rakyat disebabkan olah impor gula, kata  Sekretaris Jenderal Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Nur Khabsyin.

Reporter: Michael Reily