Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyatakan tidak akan memasukkan kerupuk ke dalam daftar pangan yang akan dibarter dengan 11 pesawat tempur Sukhoi Su-35 dari Rusia. Pernyataan ini mengklarifikasi berita sebelumnya yang menyebutkan kerupuk bersama dengan bahan pangan lainnya seperti kakao, kelapa sawit, kopi hingga furnitur masuk dalam daftar bahan pangan yang akan dibarter dengan Sukhoi.
"Saya bilang daftarnya banyak, dari crumb rubber, kopi, teh, bahan makanan. Bukan kerupuk," kata Enggar di Plaza Indonesia, Jakarta, Rabu (30/8). (Baca: Kerupuk Termasuk Bahan Pangan yang Akan Dibarter 11 Sukhoi)
Enggar mengatakan pemerintah masih dalam pembahasan dengan pihak Rusia terkait pembelian dan imbal dagang dalam transaksi sebelas Sukhoi senilai US$ 1,14 miliar atau setara dengan Rp 15,2 triliun.
Dalam transaksi pembelian sebelas Sukhoi, pemerintah membayar tunai sebesar 50% atau US$ 570 juta. Separuh sisanya dibayar melalui imbal beli atau barter aneka bahan pangan ke Rusia. (Baca: Mendag: MoU Barter Sukhoi dengan Hasil Kebun Indonesia Telah Diteken)
Sesuai dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang industri pertahanan yang menetapkan pengadaan alat peralatan pertahanan keamanan harus disertai dengan imbal dagang, maka pemerintah menetapkan kegiatan imbal beli sebesar 50% nilai kontrak.
Enggar menyatakan kemungkinan imbal beli bisa lebih dari US$ 570 juta. "Kami sepakat dengan Rostec, itu bisa lebih," imbuhnya. (Baca: Selain Karet, Kelapa Sawit Akan Dibarter Indonesia dengan Sukhoi)
Rostec merupakan perwakilan Rusia bersama PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) telah menandatangani nota kesepahaman sebagai pelaksana teknis imbal beli.
"Harganya masih dalam pembahasan. Apakah harga kami lock sekarang pada saat perjanjian atau sesuai dengan harga pasar nantinya," ujar Enggar.
Proses pembelian dan imbal dagang sebelas Sukhoi diperkirakan akan memakan waktu dua tahun. Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu juga menyatakan tidak masalah menunggu selama dua tahun untuk dapat menggunakan keseluruhan 11 Su-35. Sebab, Angkatan Udara (AU) akan tetap mendapatkan pesawat dengan kualitas yang baru.