Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pemerintah akan memeriksa PT Garuda Indonesia. Pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui penyebab pasti kerugian terus-menerus yang dialami maskapai pelat merah tersebut.
Pernyataan tersebut disampaikan Sri Mulyani untuk menjawab permintaan Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) agar pemerintah mencari cara memperbaiki kinerja Garuda. Perusahaan tersebut terus merugi. Alhasil, tidak bisa menyetor keuntungan (dividen) kepada negara. Pada semester I lalu, kerugian mencapai Rp 3,77 triliun.
"Kami akan periksa. Bagi kami kalau persoalan tata kelola yang salah itu timbulnya masalah serius. Kalau kompetisi dan efisiensi harusnya bisa diperbaiki," kata Sri Mulyani saat Rapat Kerja dengan Komisi VI di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (30/8). Ia menambahkan, bila persoalannya tata kelola, maka perlu langkah investigasi untuk menyelesaikannya. (Baca juga: Masih Rugi; Garuda, Krakatau Steel, Indofarma Tak Wajib Setor Dividen)
Anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Rieke Diah Pitaloka mengusulkan agar pemerintah meminta PT Angka Pura untuk menurunkan pajak bandara (airport tax) di terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, tempat Garuda beroperasi. Penyebabnya, tarif airport tax-nya mencapai Rp 130 ribu. Tarif tersebut jauh lebih tinggi dari terminal 1 dan 2 yang masing-masing Rp 50 ribu dan Rp 60 ribu. Kondisi tersebut dinilai turut memberatkan Garuda.
"Angkasa Pura di bawah Kementerian BUMN juga kan. Mohon dukungannya (untuk dikurangi), agar airport tax yang jadi beban tiket sehingga (Garuda) jadi tidak bisa bersaing (di kancah internasional)," kata dia.
Sementara itu, Anggota Komisi VI DPR dari Partai Demokrat Roy Suryo menilai persoalan Garuda adalah tidak memiliki segmentasi bisnis yang jelas. Padahal, menurut dia, Garuda memiliki peluang untuk tumbuh dan bersaing lebih baik dibanding perusahaan penerbangan lainnya di negara tetangga.
"Perlu ada kebijakan yang tegas untuk menjelaskan Garuda mau ke mana? kelas atas atau bawah, kalau sekarang ini jadinya nanggung," ujarnya. (Baca juga: Perluas Jaringan Penumpang, Garuda Gandeng Vietnam Airlines)
Selain itu, ia juga meminta pemerintah memberi penegasan kepada Garuda terkait pembelian pesawat. "Untuk efisiensi belanja, pembelian pesawat harusnya ada arahan. Enggak bisa bebas beli tipe pesawat sendiri, karena enggak efisien," kata dia. Sebelumnya, ada dugaan korupsi dalam pembelian pesawat Garuda Indonesia long route Airbus A350.
Sepanjang semester I 2017, Garuda membukukan rugi bersih US$ 283,8 juta atau sekitar Rp 3,77 triliun. Kerugian tersebut naik 349% dibandingkan periode sama tahun lalu yang sebesar US$ 63,2 juta.