Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 30 Tahun 2017 tentang Perubahan Ketiga Atas PP 15/2005 tentang Jalan Tol. Revisi ini merupakan upaya pemerintah untuk mencari alternatif pendanaan pembangunan proyek jalan tol yang masih sepi peminat.
Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Arie Setiadi Morewanto menjelaskan, salah satu isi dari revisi PP tersebut adalah jalan tol yang sudah habis masa konsesinya bisa kembali difungsikan menjadi jalan tol atau jalan umum. Jika akan difungsikan menjadi jalan tol, maka pemerintah berhak melakukan penugasan untuk kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang 100% dimiliki negara.
Selain itu, pemerintah juga bisa melakukan penunjukan langsung atau lelang terhadap tol baru yang telah selesai dibangun. "Tapi tentunya dengan penugasan untuk membangun jalan tol yang lain," ujar Arie saat ditemui di kantornya, Jakarta, Rabu (23/8).
(Baca: Jokowi Minta Jepang Ikut Danai Proyek Tol Trans Sumatera)
Artinya, pemerintah tidak secara cuma-cuma memberikan konsesi tol tersebut. Hasil pendapatan tol ini digunakan untuk membangun proyek tol lain. Opsi lainnya, pemerintah menerbitkan surat utang dengan jaminan tol tersebut agar bisa memperoleh pandanaan untuk membangun tol baru.
Arie mencontohkan jalan tol yang telah cukup lama beroperasi, seperti ruas Jakarta-Bogor-Ciawi (Jagorawi). Tol ini telah beroperasi sejak 1978 dan sampai sekarang sudah berjalan 39 tahun. Sementara PT Jasa Marga (Persero) Tbk. memiliki konsensi selama 45 tahun, sehingga masih memiliki sisa 6 tahun masa konsesi.
Setelah masa konsesinya habis, pemerintah bisa saja memberikan konsesi berikutnya kepada badan usaha lain, tapi tetap bekerja sama dengan Jawa Marga. "Tapi bisa saja nanti kami lelang tol tersebut kepada badan usaha lain yang memberikan tawaran terbaik," ujarnya.
Yang jelas, adanya revisi PP ini merupakan cara pemerintah mencari alternatif pendanaan membangun jalan tol yang sepi peminat, atau yang secara ekonomi layak tetapi belum layak secara finansial. Arie menyebutkan salah satu ruas tol yang masuk kategori tersebut adalah Tol Trans Sumatera.
(Baca: Jasa Marga Incar Rp 2 Triliun dari Sekuritisasi Tol Jagorawi)
Mengutip laman www.setkab.go.id, revisi atas PP Jalan Tol ini salah satunya dengan menambahkan Pasal 22B, yang menyebutkan pendapatan tol selama masa konsesi dan tambahan masa konsesi untuk suatu ruas jalan tol dapat digunakan untuk mendukung pendanaan. Pemerintah berharap ada percepatan pembangunan jalan tol yang layak secara ekonomi tetapi belum layak secara finansial.
Pemerintah juga merevisi Pasal 51 PP 15/2005 yang menyebutkan bahwa selain ditetapkan menjadi jalan umum tanpa tol, jalan tol yang telah selesai masa konsesinya dapat tetap difungsikan sebagai jalan tol oleh menteri atas rekomendasi Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT).
Ada beberapa pertimbangan dalam rekomendasi tersebut. Pertama, mempertimbangkan keuangan negara untuk pengoperasian dan pemeliharaan. Kedua, peningkatan kapasitas dan pengembangan jalan tol yang bersangkutan. Ketiga, mendukung pengusahaan jalan tol lainnya yang layak secara ekonomi, tetapi belum layak secara finansial dari pemerintah kepada BUMN.
“Besaran tarif untuk jalan tol sebagaimana dimaksud didasarkan pada kebutuhan biaya operasi dan pemeliharaan, peningkatan kapasitas yang ada, serta pengembangan jalan tol yang bersangkutan,” seperti bunyi Pasal 51 ayat (2) PP 81/2017.
(Baca: Hutama Karya Akan Terbitkan Obligasi Rp 3,5 Triliun Tahun Ini)