Kasus Beras Maknyuss, Polisi Incar Dua Anak Usaha Tiga Pilar

ANTARA FOTO/Risky Andrianto
Polisi menyegel gudang penyimpanan beras yang dipalsukan kandungan karbohidratnya dari berbagai merk di gudang beras PT Indo Beras Unggul, di kawasan Kedungwaringin, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Kamis (20/7) malam.
Penulis: Dimas Jarot Bayu
Editor: Pingit Aria
24/7/2017, 21.50 WIB

Polisi terus mengembangkan kasus dugaan pemalsuan mutu beras oleh PT Indo Beras Unggul (IBU) usai penggerebekan gudang di Bekasi pada Kamis (20/7) malam lalu. Polisi pun mengincar satu perusahaan lain yakni PT Sukses Abadi Karya Inti (SAKTI) dalam kasus ini.

Kedua perusahaan tersebut sama-sama ada di bawah naungan PT Tiga Pilar Sejahtera (TPS) Food Tbk. "Ya itu kan dua kemarin, PT IBU dan PT SAKTI," ujar Ketua Satuan Tugas (Satgas) Pangan Polri Irjen Setyo Wasisto di Mabes Polri, Jakarta, Senin (24/7).

Grup Tiga Pilar memiliki enam anak perusahaan di bidang perberasan. Selain PT IBU dan PT SAKTI, ada juga PT Dunia Pangan, PT Jatisari Srirejeki, PT Tani Unggul Usaha, dan PT Swasembada Tani Selebes.

Setyo mengatakan, PTIBU dan PT SAKTI diduga telah melakukan pelanggaran persaingan usaha seperti tercantum dalam Pasal 382 Bisnis KUHP. Sebab, PT IBU dan PT SAKTI diduga melakukan pembelian gabah lebih tinggi dari harga ketentuan yang telah ditetapkan pemerintah.

(Baca juga: Kisruh Beras Maknyuss, Mensos Minta Regulasi Beras Subsidi Diperjelas)

Menurut Setyo, pemerintah telah memberikan subsidi benih, pupuk, dan obat-obatan untuk petani dalam memproduksi gabah. Untuk itulah pemerintah menetapkan harga gabah panen sebesar Rp 3.700 per kilogram dan harga gabah kering giling Rp 4.600 per kilogram.

Harga tersebut mengacu pada Permendag Nomor 47/m-dah/per/7/2017 tentang perubahan atas Permendag Nomor 27 tentang Penetapan Harga Acuan Pembelian di Petani dan Penjualan di Konsumen.

Hal tersebut, kata Setyo, diharapkan akan memberikan keadilan terhadap seluruh pihak, baik petani, penggiling kecil dan besar, serta konsumen. Namun, kedua perusahaan tersebut diduga melakukan pembelian gabah lebih tinggi dari harga yang telah ditetapkan pemerintah.

Pembelian gabah dengan harga yang lebih tinggi ketimbang ketetapan pemerintah ini diakuinya menguntungkan petani. “Tetapi penggiling kecil mati," kata Setyo.

Halaman: