Pemerintah Indonesia dan Malaysia akan melaporkan rencana Uni Eropa terkait pembatasan impor minyak kelapa sawit ke World Trade Organization (WTO). Sebagai sesama negara eksportir minyak sawit terbesar di dunia, kedua negara akan sangat dirugikan jika ada pembatasan impor dari Benua Biru.
Menteri Perdagangan Indonesia Enggartiasto Lukita dan Menteri Perdagangan Internasional dan Industri, Malaysia Dato' Sri Mustapa Mohamed telah bertemu di Kuching, Sarawak, Malaysia untuk membahas masalah ini.
“Pemerintah Malaysia dan Indonesia akan mempertimbangkan mengajukan masalah ini ke World Trade Organisation (WTO) jika resolusi Parlemen Eropa menjadi sebuah arahan Uni Eropa dan diskriminasi,” demikian bunyi pernyataan bersama yang diterbitkan oleh Kementerian Perdagangan Indonesia dan Kementerian Industri dan Perdagangan Internasional Malaysia, Ahad (16/7) malam.
(Baca juga: Pemerintah Tak Setuju, DPR Ngotot Bahas RUU Kelapa Sawit)
Sebelumnya, sebuah resolusi diterbitkan oleh Parlemen Eropa pada April 2017 lalu, yang menyerukan kepada seluruh negara anggota Uni Eropa agar tidak lagi menggunakan minyak sayur dalam biodiesel karena telah memicu terjadinya penggundulan hutan. Imbauan ini ditargetkan mulai berlaku pada 2020.
Dalam pernyataan bersama antara Kementerian Perdagangan Malaysia dan Indonesia, disepakati kedua negara akan bertemu pada akhir Juli 2017. Kedua pihak akan berkoordinasi untuk menyusun sebuah misi gabungan untuk berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait dan para pemegang saham di Eropa.
Selain itu, Pemerintah Indonesia dan Malaysia akan mengoordinasikan rencana-rencana mereka terkait pembatasan impor kelapa sawit dengan negara-negara penghasil lain melalui Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC).
Sebelumnya, Pemerintah Prancis pada awal Juli lalu juga telah mengatakan akan mengambil sejumlah langkah untuk melarang penggunaan minyak kelapa sawit dalam memproduksi biofuels.
(Baca: Baleg DPR Segera Rampungkan Rancangan UU Kelapa Sawit)
Pemerintah Malaysia menyebut tindakan ini sebagai gerakan diskriminasi dan akan mengevaluasi hubungan perdagangannya dengan pemerintah Prancis. Sedangkan asosiasi pengusaha kelapa sawit Indonesia mengkhawatirkan gerakan ini bisa memicu negara-negara Eropa lainnya untuk mengikuti jejak Prancis.
“Pemerintah tak bisa tinggal diam menghadapi serangan kampanye hitam seperti ini,” kata Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Fadhil Hasan.