PT MRT Jakarta mengajukan permohonan ke pemerintah provinsi DKI Jakarta sebagai pengelola utama dalam pengembangan kawasan terpadu berbasis transit oriented development (TOD). Perusahaan sedang menyiapkan rencana induk (masterplan) yang ditargetkan rampung akhir 2017.
"Harus ada masterplan karena kalau tidak masing-masing properti akan membangun sesuai kepentingan bisnisnya sendiri, padahal ini kepentingan bersama," Direktur Utama MRT Jakarta William Sabandar di Jakarta, Rabu (5/7).
William mengatakan, rencana MRT Jakarta menjadi pengelola utama pengembangan kawasan TOD merujuk pada Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2008 Pasal 3 huruf (C). Selain itu, lanjutnya, hak pengelolaan kawasan TOD juga sesuai Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 53 Tahun 2017 Pasal 38.
(Baca: Sengketa Lahan, Satu Stasiun MRT Jakarta Terancam Tak Beroperasi)
William menuturkan, dengan menerapkan TOD, pembangunan properti di sekitar kawasan stasiun akan membuat mass rapid transit (MRT) optimal mengurai kemacetan di Jakarta. Pengembangan kawasan TOD, kata dia, akan mendorong masyarakat meninggalkan kendaraan pribadi dan menggunakan transportasi publik seperti yang berlaku di Hong Kong dan Jepang.
"Kalau mau menyelesaikan kemacetan, kami harus memaksa pengguna properti di sepanjang jalur MRT naik transportasi publik. Ini juga akan meningkatkan konektivitas," kata William.
Pada fase pertama, PT MRT Jakarta telah menyiapkan dua tahap masterplan. Rencana induk tahap 1 meliputi pengembangan kawasan TOD di sekitar Dukuh Atas, Blok M - Sisingamangaraja, Koridor Fatmawati Raya (Cipete, Blok A, dan Haji Nawi), lalu Fatmawati.
Sementara, rencana induk tahap 2 meliputi pengembangan kawasan TOD di sekitar Bundaran HI, Setiabudi, Bendungan Hilir, dan Istora Senayan.
(Baca: MTR Academy Hong Kong Akan Bantu Siapkan SDM MRT Jakarta)
Direktur Operasional PT MRT Jakarta, Agung Wicaksono mengatakan, pihaknya akan memprioritaskan pengembangan kawasan TOD di beberapa lokasi untuk fase I. Saat ini, rencana pengembangan akan difokuskan di wilayah Lebak Bulus dan Dukuh Atas.
Agung menuturkan, kedua lokasi mendapat prioritas karena memiliki banyak persimpangan dengan moda transportasi lain dan menjadi titik kumpul dengan penumpang MRT terbanyak.
"Di Dukuh Atas karena banyak intersection dengan moda lain. Kalau di Lebak Bulus karena di situ ada titik kumpul besar," kata Agung.
MRT Jakarta saat ini telah menggandeng dua konsultan dalam rencana pengembangan TOD di jalur MRT fase I. Keduanya, yakni Skidmore, Owings & Merrill LLP dan PDW Partner.
Koridor Timur Barat
Saat ini pembangunan jalur dan stasiun MRT fase I mencapai 74,89 persen dan ditargetkan dapat beroperasi Maret 2019. Selanjutnya, MRT Jakarta akan berfokus pada pengembangan jalur mass rapid transit untuk koridor Timur - Barat di rute Kembangan – Menteng sepanjang 27 kilometer.
Fokus pengembangan jalur ini sesuai arahan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan.
William mengatakan, pengembangan jalur MRT rute Kembangan - Menteng tersebut akan dilaksanakan mulai 2020 mendatang. Studi kelayakan pembangunan tengah dipersiapkan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
(Baca: Kemenhub Ingin Kembangkan Transportasi Kanal dan MRT Jakarta)
Luhut mengatakan, pengembangan proyek itu diperkirakan memakan biaya sebesar 3,9 miliar dollar AS. Untuk itu, dia meminta agar pendanaan proyek tersebut tidak dilimpahkan langsung ke pemerintah.
Selain rute tersebut, saat ini PT MRT Jakarta tengah mempersiapkan pembangunan jalur MRT fase 2 rute Bundaran HI - Kampung Bandan. Pembangunan konstruksi fase 2 akan dimulai pada Oktober 2018, setelah proyek jalur MRT fase 1 selesai.