Tiongkok Investasi Rp 21,7 Triliun di Morowali

Agung Samosir | Katadata
Penulis: Safrezi Fitra
19/6/2017, 11.39 WIB

Beberapa perusahaan asal Tiongkok telah sepakat menanamkan modalnya di Kawasan Industri Morowali, Sulawesi Tengah. Nilai investasi yang dikeluarkan perusahaan-perusahaan tersebut totalnya mencapai US$ 1,63 miliar atau sekitar Rp 21,7 triliun. Investasi ini dilakukan dengan menggandeng peruhasaan lokal.

“Kami mengapresiasi adanya kerja sama B to B (Business to Business) kedua negara, yang diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pendalaman struktur serta peningkatan daya saing industri nasional. Bahkan juga mampu memacu pemerataan pembangunan dan kesejahteraan di Indonesia,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto dalam keterangannya akhir pekan lalu.

Komitmen tersebut terealisasi melalui penandatangan nota kesepahaman (MoU) antara Tsingshan Group dan Delong Group dengan PT Indonesia Morowali Industrial Park. Kerja sama ini terkait pembangunan pabrik baja karbon (carbon steel) di kawasan industri Morowali. Kapasitas produksi pabrik yang akan dibangun mencapai 3,5 juta ton per tahun dan total nilai investasi sebesar US$ 980 juta.

(Baca: Tiga Provinsi Disiapkan Tampung Investasi Tiongkok Rp 372 Triliun)

Selain itu, ditandatangani pula MoU antara Tsingshan Group dengan Bintang Delapan Group dan PT Indonesia Morowali Industrial Park terkait kerja sama pembangunan pembangkit tenaga listrik di kawasan industri tersebut. Pembangkit berkapasitas 700 megawatt (MW) ini akan menelan investasi sebesar US$ 650 juta.

Menurut Airlangga, kerja sama ini merupakan salah satu tindak lanjut pertemuan bilateral antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan Presiden Tiongkok Xi Jinping. Pertemuan ini terkait peningkatan kerja sama ekonomi Indonesia-Tiongkok pada Belt and Road Forum for International Cooperation di Beijing, Tiongkok, pada Mei lalu.

“Terkait Belt and Road Initiative, Kemenperin juga telah mendorong peningkatan kerja sama investasi Tiongkok di kawasan industri Tanah Kuning (Kalimantan Utara), serta kawasan industri prioritas lainnya seperti di Sumatera Utara dan Sulawesi Utara,” paparnya.

Penandatanganan kedua MoU dilakukan di sela pelaksanaan China-Indonesia Cooperation Forum: Belt and Road Initiative and Global Maritime Fulcrum di Beijing, Tiongkok, 16 Juni 2017. Beberapa pejabat Indonesia yang menyaksikan kesepakatan kerja sama tersebut, yakni Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Trikasih Lembong, dan Duta Besar Indonesia untuk Tiongkok Sugeng Rahardjo. Sementara Menteri Airlangga diwakili oleh Direktur Jenderal (Dirjen) Ketahanan dan Pengembangan Akses Industri Internasional (KPAII) Harjanto serta Dirjen Pengembangan Perwilayahan Industri (PPI) Imam Haryono.

(Baca: Jonan ‘Jemput Bola’ Tawarkan Investasi Hulu Migas ke BUMN Tiongkok)

Dalam rangkaian kegiatan China-Indonesia Cooperation Forum, Imam Haryono memberikan pemaparan mengenai potensi kerja sama investasi serta beberapa fasilitas infrastruktur yang akan dibangun di kawasan industri di Kalimantan Utara, Sumatera Utara dan Sulawesi Utara.  Sementara Harjanto menyampaikan kebijakan industri nasional yang mengarah kepada kerja sama pengembangan kawasan dan investasi di luar Pulau Jawa serta pemberian insentif yang menarik bagi calon investor.

Di kesempatan yang berbeda, delegasi Indonesia melakukan pertemuan dengan China Communications Constructions Company Ltd. (CCCC). Pertemuan ini diharapkan dapat turut berpartisipasi dalam kerja sama pengembangan kawasan industri di luar Pulau Jawa serta mampu menarik unit-unit usahanya untuk berinvestasi pada sektor manufaktur di Indonesia.

Menurut Harjanto, pihak CCCC mengakui Indonesia merupakan mitra potensi yang strategis bagi Tiongkok, terutama dalam pengembangan proyek infrastruktur, seperti pembangkit tenaga listrik, jembatan, dan jalur kereta api.

“Salah satu unit usaha CCCC, yakni China Harbour secara spesifik menyatakan tertarik pada pengembangan kawasan industri di Kuala Tanjung dan kerja sama di sektor pelabuhan,” ujarnya.

Kemenperin mencatat, Tiongkok merupakan investor ketiga terbesar dari seluruh penanaman modal asing (PMA) sektor manufaktur di Indonesia. Nilai investasi Tiongkok di sektor manufaktur sepanjang tahun lalu mencapai US$ 2 miliar, yang tersebar pada 594 proyek.

Nilai investasi Tiongkok tahun lalu meningkat 839 persen dibanding periode yang sama tahun 2015. Selama 2014-2016, konsentrasi investasi manufaktur Tiongkok di Indonesia, yaitu pada sektor logam, mesin dan elektronik, mineral nonlogam, kimia dan farmasi, serta makanan.