Modus para penangkap ikan ilegal dengan bahan peledak semakin cerdik. Hal itu membuat petugas Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) kesulitan menangkap para pelaku.
"Kami meminta bantuan masyarakat sehingga pencegahan awal (penangkapan ikan ilegal secara destruktif) bisa kita laksanakan," kata Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Eko Djalmo Asmadi di Jakarta, Rabu (7/6).
Tak tanggung-tanggung, sekelompok pencuri ikan dengan bom bisa menggunakan empat kapal sekaligus. Keempat kapal itu berbagi tugas untuk menyamarkan kegiatan mereka.
Eko menjelaskan, kapal pertama berperan sebagai pengintai. Jika situasi dipastikan aman, kapal pertama akan pergi menghubungi kapal kedua yang membawa campuran bahan peledak. Selanjutnya, kapal ketiga akan datang membawa perlengkapan akhir untuk mengeksekusi ledakan.
(Baca juga: Menteri Susi: Tak Puas Kinerja Saya, Ajukan Mosi ke Presiden!)
Setelah ledakan terjadi, kapal kedua dan ketiga akan pergi menyusul kapal pertama. Saat itu, kapal terakhir akan datang dan menangkap hasil ledakan hanya dengan jarring. Dengan begitu, mereka terlihat seperti nelayan yang menggunakan cara tradisional.
"Pada saat penangkapan kami hampir tidak pernah menangkap tangan tetapi hanya menangkap peralatannya saja," kata Eko.
Sebelumnya, ada lima lima upaya penangkapan kapal ilegal dengan bahan peledak sejak Januari hingga Juni 2017. Namun hanya 2 operasi yang berhasil yakni di perairan Lombok dan Sulawesi Selatan. Dalam dua penangkapan tersebut, PSDKP dibantu oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Laut (AL) dan Kepolisian.
Sisi baiknya, menurut Eko, adalah jumlah kasus berkurang drastis dibanding tahun lalu. Sepanjang 2016 dicatat terdapat 33 kasus penangkapan ikan yang menggunakan bahan eksplosif.
(Baca juga: Insiden Penangkapan Kapal Asing Pencuri Ikan di Laut Natuna)
Dua tipe bahan yang digunakan pelaku penangkapan ikan ilegal destruktif adalah bahan eksplosif dan racun. Lima campuran bahan yang sering digunakan adalah amonium nitrat, bubuk hitam, korek api, sumbu alat picu ledak, dan alat picu ledak listrik. Dampak dari ledakan sangat berbahaya karena 250 gram bahan peledak mampu merusak seluas 5,3 meter persegi biota laut.
Para pelaku biasanya menggunakan amonium nitrat yang berasal dari pupuk impor hasil produksi Malaysia, tepatnya dari Johor dan Kinabalu. "Titik tujunya adalah Makasar, Sulawesi Selatan, dan Bali," kata Eko.