Proyek Strategis Baru Dapat Jaminan Politik Setelah Tahap Pengadaan

ARIEF KAMALUDDIN | KATADATA
Penulis: Desy Setyowati
Editor: Yura Syahrul
31/5/2017, 13.58 WIB

Pemerintah Pusat memberikan jaminan politik untuk mempercepat pembangunan proyek-proyek strategis nasional. Namun, jaminan politik itu baru diberikan setelah proyek melalui tahap pengadaan dan mengantongi berbagai dokumen dan perjanjian.

Mekanisme pengajuan dan pemberian jaminan tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 60 Tahun 2017 tentang tata cara pemberian jaminan pemerintah pusat untuk percepatan pelaksanaan proyek strategis nasional. PMK ini diteken oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada 9 Mei lalu.

"Ruang lingkup jaminan hanya sebatas risiko politik pemerintah pusat yang dapat menghambat proyek strategis nasional dan memberi dampak finansial ke badan usaha yang melaksanakannya," ujar dia dalam siaran pers Kementerian Keuangan, Rabu (31/5).

PMK ini mengandung pokok-pokok yang mengatur tujuan dan prinsip penjaminan pemerintah, ruang lingkup dan jaminan proyek strategi nasional, serta bentuk dan masa berlaku dari jaminan tersebut. Selain itu, tata cara pemberian jaminan dan alokasi anggaran kewajiban penjaminan di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Aturan ini juga menjabarkan tentang klaim penjaminan, mekanisme pembayaran kembali oleh pemerintah daerah (pemda) dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), serta, pemantauan dan pelaporannya.

Menurut Sri Mulyani, penerbitan PMK ini sesuai dengan amanat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 3 Tahun 2016 tentang percepatan pelaksanaan proyek strategis nasional. Perpres itu bertujuan mempercepat pelaksanaan proyek strategis guna meningkatkan pertumbuhan dan pemerataan pembangunan.

Selain itu, Perpres tersebut memberikan jaminan terhadap proyek strategis nasional, khususnya proyek infrastruktur untuk kepentingan umum yang dilaksanakan oleh badan usaha atau pemerintah daerah yang bekerja sama dengan badan usaha.

Adapun, jaminan diberikan sepanjang menyangkut kebijakan yang diambil ataupun tidak oleh pemerintah pusat yang mengakibatkan terhambatnya proyek strategis nasional. Selain itu, mempengaruhi keuangan badan usaha yang melakukannya.

Namun, pemberian jaminan tersebut disertai sejumlah syarat dan batasan. "Usulan jaminan oleh Kementerian dan Lembaga (K/L), pemda, atau BUMN selaku pelaksana, dilakukan setelah pengadaan proyek strategis nasional selesai," kata Sri Mulyani. Pengajuannya juga disertai usulan risiko yang ingin dijaminkan.

PMK anyar tersebut menjelaskan sejumlah persyaratan yang harus dilampirkan aat pengajuan jaminan kepada pemerintah pusat. Antara lain dokumen studi kelayakan proyek, model pendanaan proyek, konsep akhir perjanjian kerja sama dan dokumen komitmen pemerintah daerah.

Dokumen lainnya adalah rencana mitigasi risiko politik, izin atau penetapan lokasi, izin pinjam pakai kawasan hutan atau izin lingkungan, dan konsep perjanjian penyelesaian utang. Setelah itu, baru pemerintah pusat akan mengevaluasi pengajuan jaminan politik tersebut.

Di sisi lain, surat jaminan pemerintah pusat menjadi tidak berlaku kalau badan usaha gagal memulai konstruksi utamanya dalam waktu 2 tahun sejak surat tersebut diterbitkan. Namun, surat itu dapat diperpanjang jika terjadinya kegagalan dalam memulai konstruksi bukan akibat kesalahan badan usaha penyelenggara proyek.

Sebelumnya, Direktur Utama PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII) (Persero) Sinthya Roesly menjelaskan, saat ini ada empat ruas jalan tol yang mendapatkan jaminan politik. Keempat proyek itu menggunakan skema pendanaan non-APBN, yakni Kerjasama Pemerintah Badan Usaha (KPBU).

Pertama, jalan tol Cileunyi - Sumedang - Dawuan (Cisumdawu) sepanjang 60 kilometer (km). Nilai investasinya mencapai Rp 8,2 triliun. Kedua, jalan tol ruas Serang-Panimbang sepanjang 84 km dengan nilai investasi Rp 5,3 triliun

Ketiga, jalan tol Jakarta - Cikampek II Elevated (melayang) sepanjang 36 km. Nilai investasinya Rp 14,7 triliun. Keempat, jalan tol ruas Krian-Legundi- Bunder-Manyar sepanjang 38 kilometer dengan nilai investasi Rp 9 triliun.

Jadi, total penjaminan empat tol tersebut setara dengan nilai investasinya yakni Rp 37 triliun. "Jadi kalau ganti pemerintahan lalu PPJT berpotensi dibatalkan, kan jadi isu. Ini jadi ada jaminan," kata Sinthya.