Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat industri alas kaki Indonesia berhasil menduduki posisi ke-5 sebagai eksportir di dunia setelah Tiongkok, India, Vietnam, dan Brasil. Dengan peringkat ini, produk alas kaki Indonesia mendapat 4,4 persen pasar dunia.
Direktur Jenderal Industri Kecil dan Menengah (IKM) Kementerian Kemenperin Gati Wibawanigsih mengatakan berdasarkan data Trade Map, pertumbuhan ekspor industri ini cenderung meningkat. Nilai ekspor alas kaki pada 2015 sebesar US$ 4,85 miliar, kemudian naik 3,3 persen menjadi US$ 5,01 miliar (sekitar Rp 66 triliun) pada tahun lalu.
Peningkatan kinerja ekspor alas kaki Indonesia melebihi pertumbuhan nilai ekspor dunia yang hanya 0,19 persen. "Hal ini menunjukkan bahwa produk alas kaki dalam negeri memiliki daya saing di atas rata-rata dunia,” katanya melalui siaran pers Kementerian Perindustrian, Minggu (21/5). (Baca: Industri Kecil Targetkan Produksi Alas Kaki Senilai Rp 24,25 Triliun)
Selain itu, sumbangan terhadap produk domestik bruto (PDB) kelompok industri ini juga menunjukan kenaikan, dari Rp 31,44 triliun pada tahun 2015 menjadi Rp 35,14 triliun tahun lalu. Dengan demikian, industri alas kaki menyumbang sekitar 0,28 persen terhadap penerimaan negara.
Direktur IKM Kimia, Sandang, Aneka dan Kerajinan Kemenperin E Ratna Utarianingrum mengungkapkan pertumbuhan industri alas kaki didorong oleh perkembangan tren fashion dunia yang melesat. Dia optimistis industri alas kaki nasional akan terus tumbuh ke depannya.
Kemenperin menargetkan pangsa pasar alas kaki nasional bisa menyumbang 10 persen pasar dunia pada 2020. "Kami optimis bisa tercapai karena seiring dengan pertambahan penduduk, maka semakin tinggi kebutuhan sepatu," katanya.
Ratna mengakui masih ada sejumlah tantangan untuk mengejar target tersebut. Salah satunya mengenai pasokan bahan baku kulit mentah yang belum cukup untuk mendukung industri penyamakan kulit di dalam negeri. Pasokan domestik hanya bisa memenuhi sekitar 36 persen dari total kapasitas industri penyamakan kulit.
Selain itu kualitas bahan baku kulit dalam negeri yang belum konsisten. Selain itu, prosedur karantina untuk kulit dan pembatasan asal negara impor yang masih banyak kendala. Belum lagi tingginya ketergantungan impor bahan baku, bahan penolong dan aksesoris. (Baca: Produsen Sepatu asal Korea Investasi Rp 2,1 Triliun di Jepara)
Sebagai dukungan pemerintah, Kemenperin memberikan fasilitas pendampingan dan restrukturisasi mesin kepada industri. Selain itu, kementerian juga menyusun program pendidikan vokasi industri untuk menciptakan tenaga kerja yang kompeten. “Kami telah berkerja sama dengan perusahaan alas kaki dan garmen untuk menyiapkan tenaga kerja terampil yang dapat langsung terserap oleh dunia industri,” katanya,
Sekedar informasi, industri alas kaki nasional lebih banyak dihasilkan oleh industri besar dan menengah baik dari segi nilai maupun dalam jumlah produksi. Untuk sebaran industri kecil dan mikro alas kaki di seluruh Indonesia, sebanyak 82 persen berada di provinsi Jawa Barat dan Jawa Timur. Konsentrasi sektor tersebut di wilayah Jawa Barat, meliputi Bogor, Bandung, dan Tasikmalaya. Sedangkan, Jawa Timur, berada di Pasuruan, Sidoarjo, Mojokerto, Jombang, dan Magetan.