Ditjen Pajak: Kontribusi 100 Wajib Pajak Besar Sektor Properti Anjlok

ANTARA FOTO/R. Rekotomo
Pameran perumahan yang diselenggarakan Real Estate Indonesia (REI) di Semarang, Jawa Tengah, 13 Januari 2017.
17/5/2017, 14.36 WIB

Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak mencatat penerimaan pajak dari sektor properti anjlok tahun lalu. Penerimaan dari sektor ini hanya mencapai Rp 19,7 triliun atau turun 20,43 persen dibanding tahun 2015 yang sebesar Rp 24,8 triliun. Penyebabnya bisa jadi pengawasan yang salah hingga lesunya permintaan properti.

Direktur Peraturan Perpajakan II Ditjen Pajak Yunirwansyah menyebutkan, kontribusi 100 wajib pajak besar di sektor properti menurun paling tajam. Penerimaan dari wajib pajak besar ini mencapai Rp 11,03 triliun pada 2015, lalu turun 41 persen menjadi hanya Rp 6,52 triliun, tahun lalu. Sementara penerimaan dari wajib pajak lainnya di sektor ini hanya turun empat persen, dari Rp 13,74 triliun menjadi Rp 13,2 persen.

"Semua jenis pajak properti selama 2016 turun. Kami akan serius melihat permasalahan di sektor ini, apakah pengawasan kami yang salah atau industrinya tidak tumbuh?" ujar Yunirwansyah dalam acara diskusi bertajuk 'Sinergi antara Regulator, Perbankan, Pengembang dalam Meningkatkan Pertumbuhan Kredit dan Perlindungan Konsumen di Sektor Properti' di Jakarta, Rabu (17/5).

Penurunan penerimaan tersebut berbanding terbalik dengan jumlah wajib pajak di sektor properti yang justru mengalami kenaikan. Ditjen Pajak mencatat wajib pajak di sektor ini mencapai 13.602 pada tahun lalu atau naik 28,65 persen dibanding tahun sebelumnya yang sebanyak 3.016. Jumlah faktur pajak yang menunjukkan transaksi juga tercatat meningkat 5,8 persen menjadi 289.550 faktur, tahun lalu.

Melihat data tersebut, Yunirwansayah menduga, penurunan penerimaan bisa juga terjadi karena bisnis terkendala aturan ataupun permintaan yang menurun. Untuk menggenjot bisnis di sektor properti, ia mengakui ada pertimbangan untuk mengkaji kembali aturan pajak di sektor tersebut, namun ia mengingatkan bahwa pemangkasan tarif pajak penghasilan (PPh) final untuk pengalihan tanah dan bangunan menjadi 2,5 persen, telah membuat penerimaan pajak turun Rp 4,64 triliun, tahun lalu.

"Pada 2015, PPh final bisa tumbuh 21,7 persen. Tapi tahun lalu, turun drastis hingga 23,7 persen. Walaupun jumlah wajib pajaknya naik 30 persen," tutur dia. Padahal, jumlah wajib pajak pembayar PPh final naik dari 102.918 pada 2015 menjadi 133.589, tahun lalu.

Secara keseluruhan, penerimaan pajak periode Januari-April 2017 telah mencapai Rp 343,7 triliun atau meningkat 18,19 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya, yakni Rp 290,8 triliun. Capaian ini setara dengan 26,3 persen dari yang ditargetkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017 yang sebesar Rp 1.307,6 triliun.

Rinciannya, penerimaan dari PPh non migas sebesar Rp 322,9 triliun, naik 15,8 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya, sedangkan penerimaan dari PPh migas mencapai Rp 20,7 triliun atau melesat 73 persen dibanding tahun sebelumnya.