Bernilai Rp 13,6 Triliun, Pemerintah Incar Pasar Afrika Selatan

ANTARA FOTO/IORA SUMMIT 2017/Wahyu Putro A
Presiden Joko Widodo (kedua kanan) bersama Presiden Afrika Selatan Zacob Zuma (kanan) menabuh alat musik tifa ketika membuka KTT Indian Ocean Rim Association (IORA) ke-20 tahun 2017 di Jakarta, Maret 2017.
Penulis: Pingit Aria
3/5/2017, 13.19 WIB

Pemerintah sedang menjajaki kemungkinan membuka perjanjian dagang atau Preferential Trade Agreement (PTA) dengan Afrika Selatan. Rencana ini merupakan tindak lanjut pertemuan Presiden Afrika Selatan Jacob Zuma dan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam rangkaian acara Indian Ocean Rim Association (IORA) di Jakarta pada Maret lalu.

(Baca juga: Jokowi Ingin Tingkatkan Perdagangan dengan Afsel dan Sri Lanka)

Direktur Perundingan Bilateral, Direktorat Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional, Kementerian Perdagangan, Ni Made Ayu Marthini hari ini memimpin delegasi untuk menjalankan tahap awal perundingan di Pretoria, Afrika Selatan.

"Kedua negara akan membahas penurunan hambatan tarif dan nontarif untuk beberapa produk dan komoditas unggulan sebagaimana tertuang dalam Rencana Aksi 2017- 2021," kata Made melalui surat elektronik, Rabu (3/5).

Ia menjelaskan, dalam skema PTA, pembebasan bea masuk hanya akan diberlakukan untuk produk tertentu sesuai preferensi masing-masing negara. Sebelumnya, sejak 2013 lalu, Indonesia telah menjalankan skema yang sama dengan Pakistan. Dalam kesepakatan itu, produk preferensi Indonesia adalah Crude Palm Oil/CPO, sementara  Pakistan mengunggulkan jeruk kino.

(Baca juga: Teken Lima MoU, Jokowi Bangun Rumah Sakit di Afghanistan)

Dalam Rencana Aksi dengan Afrika Selatan, kedua negara sepakat segera melaksanakan Joint Trade Committee (JTC) sebagai upaya meningkatkan kerja sama bilateral. Kunjungan Made juga merupakan rangkaian rencana kunjungan pemerintah ke Afrika tahun ini.

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita juga direncanakan berkunjung  ke beberapa negara di Afrika hingga akhir Juli 2017. Lawatan Enggar sekaligus membawa misi dagang. Sejumlah pengusaha akan diajak serta untuk menembus pasar Afrika Selatan dan melakukan ekspansi bisnis ke benua hitam.

Langkah ini, menurut Made, cukup strategis untuk meningkatkan penetrasi produk Indonesia di pasar Afrika. Selain Afrika Selatan, sasaran pasar nontradisional yang potensial di sana menurutnya adalah Nigeria, Kenya, Ethiopia, dan Ghana.

(Baca juga: Menkeu ke Amerika Bahas Masalah Ekonomi di Pertemuan Bank Dunia)

“Pasar Afrika harus kita garap secara maksimal. Tahun ini kami berupaya lebih intensif untuk melakukan kerja sama perdagangan dan investasi baik di tingkat pemerintah maupun swasta," lanjut Made.

Total nilai perdagangan Indonesia-Afrika Selatan pada 2016 sebesar US$ 1,02 miliar atau naik sebesar 13,43 persen dibandingkan pada 2015. Pada periode Januari-Februari 2017, total nilai perdagangan kedua negara juga mengalami kenaikan sebesar 39,39 persen untuk periode yang sama tahun 2016.

Pada 2016, Afrika Selatan merupakan negara tujuan ekspor ke-2 terbesar Indonesia ke kawasan Afrika dengan nilai ekspor US$ 727,9 juta. Sedangkan impor Indonesia dari Afrika Selatan sebesar US$ 290,8 juta. Indonesia mengalami surplus neraca perdagangan dengan Afrika Selatan sebesar US$ 437,7 juta pada 2016.