Beberapa elemen masyarakat mendatangi kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk meminta penyelidikan soal dugaan korupsi dalam penyaluran dana pungutan sawit. Sebelumnya, KPK memang telah membuat kajian, namun belum membawa perkara ini ke ranah hukum.
“KPK harus mulai penyelidikan, periksa Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit,” kata Koordinator aksi KAKI Arifin Nur Cahyono di depan Gedung KPK, Jakarta, Jumat (28/4).
Arifin menilai penggunaan dana pungutan ekspor sawit untuk subsidi biodiesel tidak tepat. Sebab, dana itu justru dinikmati oleh perusahaan besar. “Kami sebagai komunitas kelapa sawit ini inginnya (alokasi dana) lebih ke arah pengembangan industri sendiri, ke promosi, dan penanaman yang sudah mati,” ujarnya.
(Baca juga: KPK Menilai Penyaluran Dana Pungutan Sawit Salah Sasaran)
Hal senada disampaikan oleh Direktur Center for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi. "KPK jangan hanya mengkaji saja, tapi juga melakukan penggeledahan," ujarnya.
Dia menilai, selama ini persoalan sawit menjadi “ruang gelap” tidak terurus oleh negara. Dana sebesar US$ 50 per ton ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil / CPO) dan US$ 30 per ton produk turunannya yang dikumpulkan oleh BPDP Kelapa Kelapa Sawit tak pernah diaudit. “Ini tidak transparan, jadi tak heran kalau dinikmati oleh pihak tertentu saja” katanya.
Sebaliknya, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kajiannya tidak mengerti masalah. Sekretariat Jenderal Gapki Togar Sitanggang menjelaskan, BPDP Kelapa Sawit sejak awal memang dibentuk untuk memastikan berjalannya kebijakan (mandatory) biodisel.
Total Ekspor Seluruh Produk Kelapa Sawit 2014-2016 (data Kuartal)
Menurut dia, kebijakan tersebut sempat terhenti saat harga minyak dunia jatuh sehingga selisihnya cukup besar dengan minyak nabati. Hal ini pun membuat pengusaha enggan meneruskan kontraknya dengan PT Pertamina.
"BPDP KS lahir karena biodeisel. Kalau dulu tidak ada kebijakan biodiesel tidak perlu pungutannya US$ 50, cukup US$ 10 saja sudah cukup untuk replanting (peremajaan perkebunan) dan lainnya," ujar Togar saat dihubungi.
Togar juga membantah kesimpulan KPK yang menyebut subsidi biodiesel dari dana pungutan sawit hanya dinikmati oleh korporasi besar. "Isunya pungutan hanya dinikmati oleh tiga perusahaan. Tapi mereka kan disisi lain kan juga bayar pungutan," katanya.
(Baca juga: Jokowi Evaluasi Badan Restorasi Gambut, Target Tetap 2 Juta Hektare)
Sementara Direktur Utama BPDP Kelapa Sawit Dono Boestami menjelaskan industri sawit secara umum sangat kompleks. Untuk itu, dia pun meminta KPK melihat industri sawit secara menyeluruh. "Kalau saya sih bilang, industri kelapa sawit sangat kompleks, tidak bisa melihat secara sepotong-sepotong," tuturnya.
Sebelumnya, menyatakan bahwa industri kelapa sawit Indonesia masih rawan praktik korupsi. Di antaranya wilayah rawan itu adalah pada penyaluran dana pungutan kelapa sawit.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menuturkan, pengendalian pungutan ekspor kelapa sawit dinilai belum efektif karena sistem verifikasi belum berjalan baik. Penggunaan dana pungutan ekspor sawit lebih banyak untuk subsidi biodiesel.
“Parahnya, subsidi (biodiesel) ini salah sasaran dengan tiga grup usaha perkembunan mendapatkan 81,7 persen dari Rp 3,25 triliun alokasi dananya,” kata Febri dikutip dari siaran persnya, Selasa (25/4) lalu.
(Baca juga: Pengusaha Minta Dilibatkan untuk Hadapi Resolusi Sawit Eropa)
Kajian KPK tentang pengelolaan kelapa sawit mencatat sedikitnya ada 11 perusahaan yang memperoleh dana perkebunan tersebut untuk program biofuel periode Agustus 2015-April 2016.
Perusahaan itu adalah PT Wilmar Bionergi Indonesia; PT Wilmar Nabati Indonesia; Musim Mas, PT Eterindo Wahanatama; PT Anugerahinti Gemanusa; PT Darmex Biofuels; PT Pelita Agung Agrindustri; PT Primanusa Palma Energi; PT Ciliandra Perkasa; PT Cemerlang Energi Perkasa; dan PT Energi Baharu Lestari.
Dana pungutan terbesar diterima oleh PT Wilmar Nabati Indonesia yakni Rp 1,02 triliun atau 31 persen dari total Rp 3,2 triliun. Biofuel yang diproses oleh perusahaan itu mencapai 330.139.061 liter.