Tax Amnesty Dinilai Gagal Bangkitkan Sektor Properti

Donang Wahyu|KATADATA
Properti
Penulis: Muhammad Firman
Editor: Pingit Aria
5/4/2017, 17.14 WIB

Dana repatriasi dari program amnesti pajak (tax amnesty) rupanya tidak memberi dampak signifikan terhadap pertumbuhan bisnis properti di Jakarta para kuartal pertama 2017. Hal itu dinyatakan oleh konsultan properti Jones Lang LaSalle (JLL).

“Dari sisi investor mereka juga dananya sebagian sudah tersedot untuk pembayaran penalti tax amnesty,” kata Head of Advisory JLL Indonesia Vivin Harsanto di kantornya, Rabu (5/4).

Vivin menyebut, dana repatriasi tax amnesty lebih banyak digelontorkan ke instrumen keuangan seperti bond, saham, sukuk, ataupun deposito. Sebab, pelaku pasar properti mempertimbangkan pajak bagi hunian mewah yang terbilang tinggi.

(Baca juga: Target Pertumbuhan Ekonomi Belum Mampu Dorong Sektor Properti)

Menurut Peraturan Menteri Keuangan nomor 90/PMK.03/2015, properti dengan harga di atas Rp 2 miliar dikenakan pajak penghasilan (PPh) atas barang sangat mewah. “Kondisi pasar properti saat ini belum mendukung terutama di kelas atas, di mana masih ada pajak yang tinggi,” katanya.

Vivin menyatakan, angin segar bagi pasar properti Indonesia justru datang dari luar negeri. Sebab, investor dari beberapa Negara seperti Jepang, Singapura dan Tiongkok sedang gencar menanamkan modalnya terutama di sektor hunian dan pergudangan.

(Baca juga:  Berkat Investasi Swasta, Ekonomi Kuartal I Bisa Tumbuh 5,1 Persen)

Ia menyebut, untuk pergudangan dalam waktu dekat akan masuk investasi untuk gudang berkapasitas 300 ribu meter kubik. Sebagai pembanding, kapasitas pergudangan di Jabodetabek kini baru mencapai 1 juta meter kubik.

Sekedar informasi, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, aliran dana repatriasi mencapai Rp 9 triliun hingga 27 Februari lalu. Sebagian dananya mengalir ke instrumen investasi saham dan reksadana.

Reporter: Muhammad Firman