Program bebas uang muka untuk Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang diusung pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Sandiaga Uno memantik perdebatan. Berbagai pihak memandang kecil kemungkinan warga Jakarta memiliki hunian yang layak dengan harga terjangkau di dalam kota.
Anies menyebut, program itu sebenarnya tak serta-merta menghapuskan uang muka dalam skema KPR. Anies menjelaskan, pemerintah akan bekerja sama dengan perbankan sehingga uang muka dapat dikonversi dalam bentuk tabungan.
“Kredit rumah mereka (rakyat) bisa tanpa bayar DP (down payment/uang muka). Bagaimana? Dengan menabung selama 6 bulan secara konsisten," ujar Anies dalam acara debat tersebut, Jumat (10/2) lalu. Hasil tabungan diharapkan cukup untuk membayar uang muka rumah sebesar 10 persen. Selanjutnya, cicilan KPR hingga 15 tahun.
(Baca juga: Pemerintah Khawatir Generasi Millenial Tak Bisa Beli Rumah)
Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara Tbk Maryono menyatakan, skema tersebut hanya bisa dijalankan melalui Fasilitas Likuditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Sebab, mengacu Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 18/16/PBI/2016 tentang Rasio Loan to Value (LTV), uang muka pembelian rumah pertama minimal 15 persen dari nilai rumah.
“Bisa saja, pemerintah ada FLPP di mana bunga 5 persen dan DP (down payment) 1 persen,” ujarnya usai rapat di kantor Wakil Presiden Jusuf Kalla, Senin (13/2). Tahun ini, pemerintah siap menggelontorkan subsidi sebesar Rp 17,3 triliun untuk program FLPP.
Namun, ada berbagai syarat yang harus dipenuhi oleh calon pembeli rumah untuk mendapat FLPP. Dalam Peraturan Menteri PU-Pera no.20/2014 tentang FLPP, pemerintah menetapkan sejumlah batasan. Misalnya, penghasilan calon pembeli rumah maksimal Rp 4 juta per bulan.
(Baca juga: Pemerintah Siapkan Bank Tanah di Perkotaan)
Selain itu, harga rumahnya pun dibatasi. Untuk wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek), maksimal harga rumah tahun ini Rp 141 juta dan Rp 148,5 juta pada tahun depan. Persoalannya, masih adakah hunian layak di DKI Jakarta dengan harga sebesar itu?
“Rasanya tidak memungkinkan,” kata kata Direktur PT Metropolitan Land Tbk Wahyu Sulistio. Menurut dia, harga tanah di Jakarta sudah begitu mahal sehingga tak mungkin lagi membangun rumah tapak. Alhasil, satu-satunya cara adalah dengan membangun hunian vertikal.
Namun, untuk membangun hunian vertikal pun pemerintah masih perlu menyediakan subsidi agar harga jualnya bisa ditekan hingga sesuai harga yang ditetapkan. “Tapi untuk hunian vertikal, pemerintah tidak bisa memberikan bantuan per unit tetapi langsung untuk satu menara,” katanya.
Yang paling memungkinkan, menurut dia adalah, menggunakan tanah milik pemerintah provinsi atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Namun, untuk mereliasasikan opsi itu berarti pemerintah harus melepas asetnya.
Untuk membuktikan ucapan Wahyu, Katadata mengunjungi Indonesia Property Expo 2017 di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan. Ada 700 proyek oleh 120 pengembang dipamerkan di pameran ini. Namun, setelah berkeliling, proyek rumah bersubsidi hanya ada di Tangerang, Depok Bekasi dan Bogor, bukan Jakarta.
Salah salah satu stand yang menyediakan program subsidi FLPP adalah Primavera Residence, milik pengembang PT Vista Bangun Cemerlang yang berada dekat kawasan Mekarsari di Cileungsi, Bogor. “Sekarang baru tipe 25/60 yang siap," ujar penjaga stand, Kiswantoro di lokasi.
(Baca juga: Tabungan Lahan Kawasan Industri dan Properti Tak Kena Pajak Progresif)
Harga rumah seluas 25 meter di tanah seluas 60 meter itu Rp 141 juta. Selama pameran yang berlangsung hingga Rp 19 Februari 2017, pengunjung bisa mendapat potongan uang muka dari Rp 8 juta menjadi Rp 6 juta. Sementara untuk KPR berjangka 15 tahun, cicilan yang harus dibayar hanya Rp 1,067 juta per bulan.
Pemerintah sebenarnya telah memiliki solusi hunian layak dengan harga terjangkau dalam bentuk rumah susun. Di Kemayoran misalnya, Perum Perumnas memiliki proyek rumah susun seharga Rp 150 jutaan per unit.
Selain itu, ada juga Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) seperti yang ada di Marunda atau Jatinegara. Di sana harga sewa tiap unitnya sekitar Rp 100-300 ribu per bulan.