Pengusaha minta pemerintah melonggarkan aturan soal outsourcing atau alih daya. Pembatasan outsourcing pada lima bidang pekerjaan penunjang saja dianggap tidak sesuai dengan kebutuhan industri.
“Seharusnya, di mana-mana dalam merumuskan jenis pekerjaan outsource itu terserah pengguna. Daripada grey area, lebih baik dibuka saja,” kata Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Anton Junus Supit di Jakarta, Kamis (9/2).
Saat ini, menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor 19 Tahun 2012 outsourcing hanya doleh dilakukan pada lima bidang pekerjaan pendukung. Kelimanya adalah pelayanan kebersihan (cleaning service), katering, tenaga keamanan, transportasi pekerja, dan usaha jasa penunjang di pertambangan.
(Baca juga: Jokowi Akan Buka Program Magang Nasional, 2.648 Perusahaan Terlibat)
Sementara, menurut Anton, ekonomi saat ini didorong oleh industri digital dan ecommerce menciptakan jenis hubungan kerja baru. “Saat ini, di bisnis online justru banyak pekerjaan yang dikerjakan oleh mereka yang enggan terikat dalam hubungan kerja rigid,” katanya.
Anton menyatakan, dilonggarkannya aturan alih daya bisa membuat lebih banyak tenaga kerja terserap sektor formal. Sebab saat ini dari jumlah angkatan kerja sebanyak 128 juta jiwa, hanya 59 persen yang bekerja di sektor formal. Itu pun banyak diisi pegawai negeri sipil. “Melalui perusahan penyedia tenaga kerja ini kan bisa jadi transisi dapat pekerjaan, kuncinya orang itu bekerja atau tidak” katanya.
Sementara, Direktur Marketing Apindo Training Center (ATC) Iftida Yasar mengatakan pemerintah selama ini menggunakan jaminan ketenagakerjaan untuk mendukung pembatasan outsourcing. Padahal, menurutnya yang penting adalah apakah pekerja mendapatkan gaji sesuai perjanjian dan tak melanggar ketentuan upah minimum.
(Baca juga: Didominasi Lulusan SMP, Industri Manufaktur Kekurangan Pekerja)
“Sepanjang aturannya tidak ada fleksibilitas, industri tidak leluasa. Lalu siapa lagi yang jamin kelangsungan pekerja,” ujarnya.