Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan saat ini terdapat 36,8 juta hektare lahan pertanian di Indonesia. Namun pemanfaatan lahan pertanian ini belum digarap secara maksimal. Kesulitan air dan tidak adanya sistem irigasi menjadi masalah utamanya.
Dari total luas lahan pertanian ini, 8,1 juta hektare lahan persawahan yang lebih dari setengahnya belum bisa berjalan baik. Baru 4,1 juta hektare lahan persawahan yang dialiri irigasi. Itupun masih perlu dilakukan beberapa perbaikan dan normalisasi. Masih ada lagi 4 juta hektare sawah lainnya yang kekurangan air karena tidak ada irigasi. (Baca: Hanya 10,5 Persen Sawah Mendapat Pasokan Air dari Waduk)
Selain lahan persawahan, masih terdapat 5,2 juta hektare huma atau ladang dan 12,01 juta hektare tegal atau kebun yang kurang produktif. Kesulitan pasokan air membuat masa tanam di lahan ini hanya satu kali dalam satu tahun.
Ada juga sejumlah lahan tidur seluas 11,7 juta hektare yang belum dimanfaatkan saat ini. Perlu dibuat kantong air, waduk atau embung (kolam penampung air) untuk memasok kebutuhan air, agar lahan-lahan pertanian ini bisa lebih produktif. Setidaknya masa tanam di lahan ini bisa dua kali dalam satu tahun.
“Tidak ada pilihan lain kecuali kita harus mengembangkan sumber-sumber air, seperti normalisasi sungai, memperbaiki saluran irigasi primer dan sekunder, serta membangun embung-embung,” kata Jokowi dalam keterangannya saat ratas mengenai pertanian di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (6/12). (Baca: Pemerintah Akan Bangun Kolam 3,9 Juta Hektare Untuk Irigasi Pertanian)
Dengan cara itu, kata Jokowi, Indonesia akan bisa mengoptimalkan lahan pertanian yang sudah ada. Dengan begitu, produksi pertanian bisa meningkat dan target swasembada pangan di era pemerintahannya sekarang dapat tercapai.
Pemerintah menyadari bahwa peningkatan produksi pertanian perlu didukung dengan fasilitas peralatan dan modal. Kebutuhan petani akan alat dan mesin pertanian (alsintan) semakin meningkat seiring dengan optimalisasi dan pembukaan lahan-lahan pertanian.
"Saya minta dilakukan pengembangan alat mesin pertanian serta meningkatkan akses permodalan bagi petani melalui skema Kredit Usaha Rakyat (KUR)," ujar Presiden. (Baca: Koperasi Bulog Siap Biayai Infrastruktur Pangan Rp 13,5 Triliun)
Terkait dengan permodalan ini, Jokowi mengaku mendapat laporan bahwa penyaluran KUR di sektor pertanian dan kehutanan hingga 31 Juli 2016 masih rendah, baru mencapai 15 persen. Dia meminta penyaluran KUR untuk sektor ini ditingkatkan. Tahun depan Jokowi menargetkan alokasi KUR dipertahankan sebesar Rp 100 triliun hingga Rp 120 triliun.
Presiden juga meminta dibuatkan skema khusus untuk alokasi KUR di sektor pertanian. Skema ini didasarkan pada karakteristik komoditas yang menjadi prioritas. “Karena saya lihat skema yang ada sekarang ini masih bersifat umum. Satu lagi, yang tidak kalah pentingnya, saya ingin agar koperasi-koperasi di desa-desa kembali digiatkan dan difokuskan untuk menyalurkan KUR bagi sektor pertanian," ujarnya.
Demi mengejar target swasembada pangan, pemerintah telah mengubah fokus anggaran Kementerian Pertanian untuk belanja sarana dan prasarana, yakni pada kisaran 60 persen sejak 2015. Menurutnya dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2017 telah ditetapkan belanja sarana prasarana pertanian sebesar 70 persen dari total anggaran Kementerian Pertanian atau senilai Rp 16,6 triliun. (Baca: Tepati Janji, Mentan: Tiga Komoditas Pangan Sudah Swasembada)