Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Panjaitan membuka peluang pembiayaan pembangunan proyek Kereta Semi Cepat Jakarta-Surabaya menggunakan skema kerja sama antarpemerintah atau Government to Government (G to G). Pemerintah berharap proyek kereta sepanjang 888 kilometer ini bisa mulai dibangun tahun depan dan selesai pada akhir 2019.
“(Proyek Kereta Semi Cepat Jakarta-Surabaya) Kayanya sih kami akan pakai G to G mungkin. Masih too early sampai minggu depan, akan kami laporkan ke Pak Presiden dulu.” Kata Luhut selepas Seminar Nasional Kemaritiman di Hotel Mulia, Kamis (1/12/2016).
Rencananya pada 20 Desember ini Luhut akan kembali berangkat ke Jepang. Kunjungan sebagai kelanjutan dari pertemuannya dengan Menteri Ekonomi, Perdagangan dan Industri Jepang Hiroshige Seko, Oktober lalu. Agenda pembahasannya terkait skema pendanaan proyek dengan nilai investasi yang diperkirakan mencapai US$ 2,5-3 miliar.
(Baca: Pemerintah Minta Jepang Danai Proyek Kereta Cepat Jakarta-Surabaya)
Proyek ini memang akan menambah besar utang pemerintah untuk mendanai pembangunan infrastruktur. Namun, dia memastikan persentase utang pemerintah masih dalam batas wajar. Luhut memaparkan data, besaran pinjaman pemerintah hanya 28 persen dari produk domestik bruto (PDB). Jika asumsi PDB akan naik US$ 1,1 triiun dolar maka persentase utang terhadap PDB hanya akan berada di angka 25 persen.
“Kalau anda lihat datanya Indonesia nomor tiga paling aman. Yang lain-lain seperti Jepang dan Amerika di atas kita. Yang jadi soal kalau pinjaman ini tidak digunakan untuk barang-barang produktif.” Katanya.
Dia sempat menyatakan bahwa pembayaran utang untuk proyek kereta semicepat Jakarta-Surabaya dilakukan selama 40 tahun dengan masa tenggang (grace period) 10 tahun. Sementara bunganya cukup rendah, sebesar 0,25 persen per tahun.
“Saya bilang kalau tidak ada jaminan kita tancap aja pak presiden. 40 tahun lagi kita sudah mati, utang ini sudah selesai juga. Asalkan managemennya benar.” Ujarnya.
Pemerintah merasa proyek kereta semicepat Jakarta-Surabaya ini penting untuk pertumbuhan perekonomian Indonesia. Jalur kereta semicepat itu dapat juga digunakan mengangkut barang dari Jakarta ke Surabaya atau sebaliknya. Proyek ini akan menumbuhkan industri properti dan industri lain di sekitar jalur kereta tersebut.
Dengan begitu, perekonomian bisa berkembang dan menyebar, tidak hanya bertumpu di kota-kota besar seperti Jakarta, Semarang, dan Surabaya saja. Dalam konsep besarnya, kereta berkecepatan 200 km/jam ini juga akan diintegrasikan dengan beberapa lokasi pelabuhan darat (dry port).
Luhut mengatakan dalam pembicaraan awal, pengerjaan proyek ini bisa cepat selesai karena diarahkan dengan bentuk revitalisasi jalur, bukan pembangunan jalur baru, tinggal penguatan saja. Untuk Rencana studi kelayakan (feasibility study/FS) Luhut mengaku telah sepakat dengan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno akan menggunakan dana pemerintah.
Selanjutnya, pemerintah akan menunjuk Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) untuk melakukan studi kelayakan proyek tersebut. (Baca: Tak Mau Didikte, Pemerintah Biayai Studi Kereta Jakarta-Surabaya)