Pemerintah tengah menyusun dua kebijakan besar di sektor telekomunikasi, yaitu network sharing atau pembangunan dan pengelolaan jaringan bersama antar-operator telekomunikasi dan penurunan tarif interkoneksi. Tujuannya agar bisnis telekomunikasi lebih efisien. Namun, Menteri BUMN Rini Soemarno berpandangan, tarif interkoneksi di daerah yang sulit terjangkau diselesaikan antar-operator telekomunikasi secara business to business.

Ia menjelaskan, skema business to business tersebut diperlukan agar PT Telekomunikasi Indonesia Tbk mendapatkan keadilan. Sebab, cuma operator telekomunikasi pelat merah tersebut yang selama ini berani berinvestasi membangun infrastruktur telekomunikasi hingga ke ujung Indonesia. Sedangkan operator lain enggan berinvestasi di wilayah serupa karena ongkosnya mahal dan secara bisnis belum menguntungkan.

"Kami mengusulkan, tolong dong kalau daerah itu ongkosnya lebih mahal, umpamanya kita (Telkom) taruh di Papua, kalau ada yang mau menggunakan interkoneksi di Papua itu hitungannya harus b to b," kata Rini di Jakarta, Kamis (3/11).

Ia menekankan, hitung-hitungan tarif interkoneksi di daerah yang sulit terjangkau tentu berbeda dengan di Jawa. "Oleh karena itu, yang mau pakai (jaringannya) harus sharing (berbagi) juga dong cost-nya," ujar Rini.

(Baca juga: Tarif Interkoneksi Turun, Negara Dinilai Bisa Rugi Rp 6 Triliun)

Sebelumnya, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara menerbitkan Surat Edaran (SE) yang menetapkan penurunan tarif interkoneksi dari Rp 250 per menit menjadi Rp 204 per menit. Namun, Rabu (2/11) lalu, dia merilis SE baru yang menunda penurunan biaya interkoneksi. Jadi, biaya interkoneksi lintas operator masih menggunakan skema lama Rp 250 per menit.

Penundaan ini dilakukan maksimal hingga tiga bulan ke depan. Tujuannya memberikan waktu kepada verifikator independen untuk melakukan verifikasi terhadap tarif tersebut.

Di sisi lain, Rudiantara mendukung skema network sharing sebagai solusi untuk mewujudkan industri telekomunikasi yang lebih efisien. Skema ini juga dapat mengatasi masalah kekurangan dana investasi pembangunan jaringan pita lebar sebesar US$ 14 miliar dari total kebutuhan US$ 28 miliar selama 2015-2019.

Menurutnya, efisiensi dalam pembangunan jaringan telekomunikasi sangat diperlukan guna mengejar target pemerintah. Target itu adalah ketersediaan layanan akses jaringan internet pita lebar yang mencakup 514 kabupaten di seluruh Indonesia. Adapun hingga saat ini, baru 400 kabupaten yang mendapat layanan internet. Sisanya, sebanyak 114 kabupaten belum terjangkau internet.

Menurut dia, belum ada satu operator pun yang bersedia membangun jaringan untuk 114 kabupaten/kota tersebut. Padahal, sesuai dengan program Nawa Cita Presiden Joko Widodo, pada 2019, seluruh kabupaten di Indonesia harus dijangkau oleh jaringan Internet pita lebar. 

Atas dasar itulah, pemerintah berencana menerapkan skema network sharing. Skema ini memungkinkan operator telepon membangun jaringan secara bersama-sama sehingga beban yang ditanggung masing-masing operator lebih ringan. (Baca juga: Menkominfo Dorong Operator Telekomunikasi Berbagi Jaringan)

Untuk mewujudkan itu, pemerintah merevisi Peraturan Pemerintah No. 52 dan 53 Tahun 2000 tentang telekomunikasi. Melalui revisi ini, network sharing antar-operator telekomunikasi bisa terlaksana. Menurut Rudiantara, Presiden Joko Widodo juga sudah menyetujui rencana revisi tersebut. “Proses revisi peraturan berada di tangan Pak Darmin Nasution (Menko Perekonomian),” ucapnya.

Pada kesempatan terpisah, Darmin mengatakan, revisi aturan sudah hampir rampung. Namun, belakangan ada masukan baru dari Kementerian BUMN. Alhasil, pihaknya harus kembali menggelar rapat pekan depan untuk membahas masukan tersebut.

“Sebenarnya sudah ada keputusan, tapi karena ada masukan kita harus rapat lagi minggu depan,” katanya di kantornya, Jakarta, Kamis (3/11). Namun, dia masih enggan membeberkan apa masukan dari Kementerian BUMN tersebut.

(Baca: Tingkatkan Efisiensi Telekomunikasi, Pemerintah Akan Revisi Dua PP)

Menurut Darmin, Telkom tidak perlu merasa terbebani dengan revisi peraturan pemerintah tersebut. Sebab, semangat pemerintah saat ini hanyalah ingin memberikan pelayanan jaringan hingga pelosok daerah. “Kalau memang harganya tidak cocok, ya (Telkom) tidak usah sepakat,” katanya.

Darmin menegaskan, pemerintah tidak akan mengatur tarif apapun yang menjadi ranah operator. Pemerintah dalam hal ini hanya akan mengatur porsi sharing yang akan menjadi pegangan operator telekomunikasi.