Kinerja PT Garuda Indonesia Tbk kembali memerah. Maskapai penerbangan BUMN ini mencatat kerugian sebesar US$ 43,6 juta atau setara Rp 569 miliar pada kuartal III tahun ini. Padahal, pada periode sama tahun lalu, Garuda berhasil meraup laba bersih US$ 51,4 juta.
Direktur Keuangan Garuda Indonesia Helmi Imam Satriyono menjelaskan, kerugian yang diderita perusahaan selama sembilan bulan pertama tahun ini akibat beban operasional serta beban usaha lainnya. Penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) turut memukul kinerjanya tahun ini.
Hal tersebut bertolak belakang dengan kondisi tahun lalu, di mana Garuda meraup untung dari depresiasi alias pelemahan nilai tukar rupiah. "Tidak besar (rugi depresiasi), tapi ada biaya tenaga kerja seperti pilot dan pesawat," kata Ngurah saat konferensi pers kinerja Garuda di kantornya, Jakarta, Senin (31/10).
Hingga kuartal III-2016, pengeluaran Garuda mencapai US$ 2,8 miliar atau naik 5,3 persen dibandingkan periode sama tahun sebelumnya. "Salah satunya ada biaya-biaya sewa pesawat, kemudian kenaikan biaya pilot. Itu cukup besar." (Baca: Menteri Rini Perintahkan Garuda Perbaiki Kinerja Perusahaaan)
Meski begitu, secara kuartalan, kinerja Garuda mulai membaik. Perusahaan ini berhasil mencetak laba US$ 19,6 juta selama kuartal III lalu. Direktur Utama Garuda Arif Wibowo mengatakan, keuntungan pada kuartal III tersebut menandakan upaya Garuda untuk memperbaiki kinerja telah membuahkan hasil.
Upaya itu berupa penghentian investasi yang dinilai tidak menguntungkan pada semester I lalu. "Ini persiapan kami agar siap apabila market mulai rebound," katanya. (Baca: Kinerja Garuda Indonesia Semester I-2016 Rendah)
Di sisi lain, Arif merinci, Garuda mendatangkan 35 pesawat pada tahun ini. Pesawat itu akan digunakan Garuda dan anak usahanya, yakni Citilink, untuk memperkuat rute internasional dan potensi pasar di kawasan timur Indonesia. "Bahkan kami harap Citilink bisa besar pertumbuhan domestiknya daripada Garuda," katanya.
Untuk mengurangi kerugian, menurut Arif, Garuda tetap berkomitmen melakukan restrukturisasi biaya operasional, seperti penyewaan dan pemeliharaan pesawat, hingga asuransi. Hal ini akan terus dilakukan di tengah beberapa hambatan, yakni minimnya infrastruktur, seperti bandara.