Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Susi Pudjiastuti mengklaim, sektor perikanan telah mencatatkan banyak prestasi selama dua tahun masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Meski begitu, dia menilai potensi perikanan masih besar di masa mendatang namun belum tergarap maksimal.
Menurut Susi, sektor perikanan saat ini mulai menjanjikan karena dua tahun terakhir mencatatkan keberhasilan. Ia merujuk pada penurunan tajam jumlah rumahtangga nelayan dari 1,6 juta menjadi separuhnya yaitu 868.414 rumahtangga sebelum pemerintahan Jokowi.
Sedangkan sebanyak 115 eksportir menutup usahanya lantaran produksi panganan dari laut menurun. Ujung-ujungnya, bisnis perikanan ini kehilangan total pendapatan sekitar US$ 7 miliar selama 10 tahun terakhir. (Baca: Banyak Tekanan, Susi Akui Tak Mudah Berantas Pencuri Ikan)
Namun, setelah dua tahun menjalankan kebijakan pemberantasan penangkapan ilegal ikan dan reformasi tata kelola perikanan berkelanjutan, Susi mengklaim sektor perikanan di Indonesia mulai tumbuh. Hal ini terutama terlihat dari pertumbuhan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) sektor perikanan sebesar 8,3 persen tahun lalu.
Pertumbuhannya lebih tinggi dari tahun 2014 yang sebesar 7,35 persen. Bahkan, angka tersebut merupakan yang tertinggi selama lima tahun, melebihi capaian 2011 sebesar 7,65 persen.
Tahun ini, Susi optimistis pertumbuhan PDB sektor perikanan lebih tinggi lagi. "Kami targetkan pertumbuhan PDB sektor ini bisa 9 persen tahun ini. Sangat jauh berbeda dengan PDB sektor lainya, kenaikannya kelihatan sekali," kata Susi dalam pemaparan pers "2 Tahun Kerja Nyata Jokowi-JK" di Kantor Staf Presiden, Jakarta, Jumat (21/10).
Acara dengan fokus pada percepatan pembangunan infrastruktur dan dipandu oleh Kepala KSP Teten Masduki ini, juga menghadirkan beberapa menteri, seperti Menteri Kominfo Rudiantara, Menteri Pertanian Amran Sulaiman, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Pandjaitan, Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro, dan Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil.
Keberhasilan lain sektor perikanan, menurut Susi, terlihat dari kenaikan nilai tukar nelayan yang menandakan peningkatan kesejahteraan nelayan saat ini. Pada tahun 2014, nilai tukar nelayan sebesar 102, namun dua tahun kemudian sudah meningkat menjadi 108 hingga 110. "Kenaikan luar biasa dibarengi kenaikan harga (ikan)."
(Baca: Susi Berantas Illegal Fishing, Penerimaan Sektor Perikanan Melejit)
Dengan kebijakan moratorium perizinan kapal penangkap ikan eks asing, Susi mengakui, jumlah kapal saat ini menurun. Tapi, jumlah tangkapan justru naik signifikan. "Bisnis kapal tangkapan ikan sangat menjanjikan," katanya. Ia mencontohkan, masa pengembalian investasi (return of investment) kapal berbobot 70-100 GT di pantai utara Jawa hanya 2-3 bulan. "Luar biasa, maksimal 8 bulan kembali (balik modal)."
Meski meningkat, Susi menilai penerimaan negara dari sektor perikanan belum maksimal. Hal ini terlihat dari 816 jumlah pelabuhan perikanan di Indonesia, namun penyumbang besar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) hanya bertumpu pada pelabuhan-pelabuhan tertentu.
Susi mencontohkan, penerimaan negara dari Pelabuhan Muara Baru, Jakarta Utara, pada tahun lalu sebesar Rp 108,2 miliar. Padahal, dalam acara diskusi "Tantangan Reformasi Kelautan" yang diselenggarakan oleh Katadata dengan KBR dan Hukumonline, Kamis (201/0) kemarin, dia menyatakan, total penerimaan negara dari sektor perikanan tahun lalu Rp 250 miliar. Artinya, ruang penerimaan negara dari sektor perikanan masih terbuka lebar dari ratusan pelabuhan lainnya.
Penyebab belum maksimalnya penerimaan negara tersebut karena banyak hasil tangkapan ikan yang tidak tercatat. "Potensi pajak di Muara Baru saja dengan 600 kapal itu sudah tiga per empat dari seluruh Indonesia. Jadi selama ini 99,9 persen hasil tangkapan ikan itu tidak tercatat. Ini PR kita bersama agar pemasukan dari sektor perikanan dan kelautan bisa kelihatan dan signifikan," katanya.
(Baca: Jokowi: Indonesia Rugi Rp 260 Triliun Akibat Pencurian Ikan)
Upaya yang dilakukan Kementerian Kelautan dan Perikanan adalah menghitung ulang kapasitas kapal penangkap ikan. Selama ini, Susi menuding, banyak perusahaan menyuap pejabat terkait untuk mengklaim kapalnya sebagai kapal kecil atau di bawah 30 gross ton (GT). Dengan begitu, kapal-kapal besar tersebut dapat kemudahan, seperti subsidi bahan bakar dan memperluas jangkauan tangkapannya.
Susi berharap, upaya tersebut dapat meningkatkan penerimaan negara di masa depan. "Dalam 2-3 tahun ke depan, 80 persen perikanan tangkap Indonesia bisa tercatat semua," katanya. Ia harus mengakhiri pemaparan panjangnya lantaran dihentikan oleh Teten demi memberikan kesempatan kepada menteri-menteri lain memaparkan hasil kinerjanya masing-masing.