Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, neraca perdagangan pada Agustus lalu mengalami surplus sebesar US$ 293,6 juta. Jumlahnya lebih kecil dibandingkan surplus neraca dagang bulan sebelumnya yang sebesar US$ 598,3 juta. Penyebabnya adalah kenaikan impor seiring dengan kinerja ekspor yang mulai membaik.

"Bottom nya memang Juli kemarin saat Lebaran. Jadi Agustus setelah Lebaran ini banyak negara yang butuh barang. Harga pun mulai naik akibat suplai kita ke dunia menurun," kata Deputi Bidang Statistik, Distribusi dan Jasa BPS Sasmito Hadi Wibowo dalam konferensi pers neraca dagang Agustus 2016 di kantor BPS, Jakarta, Kamis (15/9).

Salah satu contoh kenaikan ekspor adalah barang tambang, yaitu tembaga. Kenaikan tersebut ditopang oleh sejumlah pelonggaran aturan ekspor. "Tapi jika ekspor naik, maka impor juga ikut naik," ujarnya. (Baca: Impor Bahan Baku Naik, BI Ramal Surplus Dagang Agustus Mengecil)

Sasmito menjelaskan, nilai ekspor pada Agustus lalu mencapai US$ 12,63 miliar atau naik 32,5 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Namun jika dibandingkan Agustus tahun lalu, ekspor turun 0,74 persen. Sedangkan nilai ekspor Januari-Agustus 2016 mencapai US$ 91,73 miliar atau turun 10,6 persen dibandingkan periode sama tahun 2015.

Secara lebih rinci, Sasmito menjelaskan, ekspor nonmigas Agustus lalu sebesar US$ 11,5 miliar. Jumlahnya melonjak 34,84 persen dibandingkan bulan sebelumnya, dan juga naik 2,76 persen daripada Agustus 2015. Peningkatan terbesar ekspor nonmigas secara bulanan terjadi pada bijih, kerak, dan abu logam. Sedangkan penurunan terbesar pada benda-benda dari besi dan baja.

Sementara itu, ekspor migas pada Agustus 2016 mencapai US$ 1,1 miliar, naik 12,95 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Hal ini ditopang oleh meningkatnya ekspor hasil minyak sebesar 35,43 persen dan ekspor minyak mentah naik 19,9 persen. Demikian juga ekspor gas naik 5,55 persen.

Di sisi lain, nilai impor pada Agustus 2016 mencapai US$ 12,34 atau naik 36,84 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Namun, turun 0,49 persen dibandingkan Agustus 2015. Secara kumulatif impor Januari-Agustus 2016 mencapai US$ 87,35 miliar atau turun 9,4 persen dibandingkan periode sama 2015.

Secara lebih rinci, BPS mencatat, impor nonmigas Agustus 2016 mencapai US$ 10,58 miliar atau naik 40,9 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Demikian pula jika dibandingkan Agustus 2015 yang naik 2,84 persen. (Baca juga: Surplus Neraca Perdagangan Agustus Diprediksi Rendah)

Peningkatan impor nonmigas terbesar adalah golongan mesin dan peralatan mekanik mencapai 41,68 persen. Sedangkan penurunan terbesar yaitu golongan kapal laut dan bangunan terapung mencapai 35,63 persen.

Surplus neraca perdagangan yang mengecil ini memang sudah diprediksi sebelumnya. Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memperkirakan surplus neraca dagang pada Agustus sekitar US$ 150 juta. “Angka-angka sementara yang kami perkirakan neraca dagangnya masih surplus kurang lebih sekitar 150 jutaan (dolar Amerika Serikat),” katanya, Selasa (13/9).

Sementara itu, Ekonom DBS Group Gundy Cahyadi memperkirakan, surplus masih bakal berkisar US$ 500 juta. Hal itu dengan memperhitungkan penurunan ekspor sebesar 15,9 persen pada Agustus dan impor turun 12,2 persen.

Menurutnya, kondisi neraca perdagangan tersebut kemungkinan akan berlanjut hingga akhir tahun. Sebab, kinerja ekspor diyakini belum akan pulih. “Mengacu pada data sepanjang tahun ini, kami melihat sepertinya total ekspor tumbuh negatif, kemungkinan minus 9,8 persen,” kata dia.

Kepala Ekonom Bank Central Asia David Sumual juga sempat memprediksi neraca perdagangan masih surplus, yaitu sebesar US$ 420 juta. Menurutnya, selain disebabkan oleh penurunan impor, surplus juga terbantu oleh nilai ekspor yang terkerek oleh pulihnya harga komoditas, seperti batubara dan minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO). “Banyak komoditas lain juga sama (naik), tapi lebih ke harga, bukan volume,” ujar David.