Pemerintah memutuskan untuk menghibahkan daging impor ilegal sebanyak 21,8 ton. Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan barang tersebut sebenarnya bisa saja dilelang. Tetapi pemerintah memilih memberikan secara cuma-cuma kepada masyarakat melalui Kementerian Sosial.
Hibah dalam jumlah besar ini diharapkan bisa menstabilkan harga daging sapi karena permintaannya terpenuhi tanpa mengeluarkan biaya. Di pasaran, harga daging sapi saat ini melambung di atas Rp 100 ribu per kilogram. (Baca: Jokowi Ramal Swasembada Daging Tercapai 10 Tahun Lagi).
“Menjelang Idul Fitri ada kebutuhan daging dalam jumlah besar. Maka dari pilihan tadi diputuskan untuk dihibahkan,” kata Bambang saat konferensi pers Hibah Barang Milik Negara berupa Daging di Tempat Pemeriksaan Fisik Terpadu (TPFT) DJBC, Tanjung Priok, Jakarta, Kamis, 30 Juni 2016.
Daging ilegal tersebut berasala dari penegahan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) pada Akhir Mei lalu. Daging sapi yang didatangkan dari Australia itu milik importir PT SNJ dan PT ABU. Karena melanggar administrasi, tidak mendapat kuota, maka barang impor tersebut ditegah. (Baca: Impor Daging Sapi Terus Dibuka hingga Harga Turun).
Kedua importir tersebut melanggar Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 5 Tahun 2016 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Hewan dan Produk Hewan, sebagaimana tertera pada lampiran III. Juga, melanggar Peraturan Kementerian Pertanian Nomor 58 Tahun 2015 tentang Karkas, Daging, dan/atau Olahan lainnya ke wilayah Republik Indonesia. Karenanya, dikenai sanksi administrasi berupa penyitaan barang sehingga menjadi aset negara.
Dari 21,8 ton daging tersebut, sebanyak 14,4 ton berupa frozen boneless beef trimmings atau tetelan, 5,6 ton beef offal ‘a’ neck bones, dan 1,9 ton bone in beef tendon. Daging tersebut akan diberikan kepada panti sosial binaan Kementerian Sosial dan lembaga kesejahteraan sosial yang berkedudukan di DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten.
Sebanyak dua kilogram ke panti sosial dan 0,5 kilogram untuk per orangan,” kata Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani.
Selain 21,8 ton daging beku tersebut, pada 21 Mei lalu Direktorat Bea dan Cukai juga menegah 163 ton daging sapi dari tujuh kontainer yang pada akhir pekan ini akan dilelang oleh Kementerian Keuangan. Bambang menuturkan, daging tersebut diputuskan untuk dilelang karena importir yang mengadakan barang tersebut melanggar pidana kepabeanan.
Penyebabnya, importir mengaku barang yang diimpor merupakan pakan ternak, sehingga harus melalui proses penyelidikan. Dengan begitu, tidak bisa langsung dihibahkan sehingga diputuskan untuk dilelang. (Baca: Kadin: Harga Pangan Tinggi Salah Perencanaan Pemerintah).
Kendati demikian, Bambang ingin memastikan bahwa peserta lelang yang menang harus menjual daging tersebut dengan harga murah yakni Rp 80 ribu per kilogram sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo. “Sesuai harapan Presiden, kami ingin harga daging sapi itu bisa dijual Rp 80 ribu per kilogram. Tapi tergantung jenisnya, daging kan macam-macam,” kata Bambang.
Direktorat Bea Cukai mencatat daging hasil tegahan sejak awal tahun mencapai 385,5 ton. Realisasi ini naik 10 kali lipat dibandingkan keseluruhan tahun lalu yang berhasil menegah 23,4 ton daging. Dirjen Bea Cukai Heru Pambudi menyampaikan, ada alasan terjadinya peningkatan hasil tegahan dalam jumlah besar ini.
Pertama, kuota impor daging lebih kecil dibanding tahun lalu. Kedua, peningkatan pemeriksaan oleh Direktorat Bea Cukai. Daging impor tersebut paling banyak berasal dari Autralia dan Selandia Baru. Sedangkan yang ditegah dari wilayah Entikong, Kalimantan Barat, berasal dari Serawak, Malaysia. (Lihat galeri foto: Penyelundupan Jeroan Sapi saat Harga Daging Melonjak).
Nilai dari 21,8 ton daging tersebut mencapai Rp 939 juta. Sedangkan untuk 163 ton senilai Rp 4,3 miliar, dengan pajak yang harus dibayarkan 782 juta karena melanggar kepabeanan. Secara total, 385,5 ton daging yang berhasil ditegah oleh pemerintah senilai Rp 8 miliar.