Ekonomi Lesu, Industri Manufaktur Kuartal II Diprediksi Turun

Arief Kamaluddin | Katadata
Penulis: Muchamad Nafi
27/6/2016, 15.49 WIB

Gerak ekonomi dunia belum membaik. Bahkan, pekan lalu, Bank Dunia memangkas pertumbuhan global dari 2,9 menjadi 2,4 persen. Kondisi ini pun turut menyeret keadaan dalam negeri, termasuk di industri manufaktur.

Melihat perkembangan terakhir tersebut, para ekonom Bank Mandiri memperkirakan indutsri manufaktur pada kuartal kedua 2016 tumbuh lebih rendah dibandingkan kuartal pertama yang berada di angka 4,46 persen. Hal tersebut tercermin, dengan mengutip Badan Pusat Statistik, dari menurunnya impor barang modal pada Januari - Mei 2016 sebesar 9,31 persen (yoy). Angka ini lebih rendah dari periode Januari-April 2016 yang mencapai 11,88 persen.

“Penurunan disebabkan oleh beberapa kebijakan ekonomi yang belum berdampak pada perbaikan sektor industri,” demikian analisa mereka yang diterbitkan Senin, 27 Juni 2016. (Baca: Ekspor April Masih Lesu, Industri Manufaktur Terus Tumbuh).

Berdasarkan kalkulasi Kementerian Perindustrian, ada dua industri manufaktur yang akan melambatan cukup dalam. Kedua industri ini yakni farmasi dan industri barang kimia. “Akibat tekanan ekonomi global pada kuartal pertama,” ujar mereka.

Di industri otomotif, kinerja penjualan kendaraan roda empat sampai Mei kemarin juga belum membaik. Hingga bulan itu, mobil yang ditransaksikan baru 440,5 ribu unit, 355,4 unit berupa kendaraan penumpang dan 85,1 ribu kendaraan niaga. Penjualan ini lebih kecil dibandingkan periode yang sama tahun lalu yaitu 443,3 ribu unit terdiri dari 323,2 ribu kendaraan penumpang dan 120,1 kendaraan niaga.

Dari sisi global, Kepala Perwakilan Bank Dunia di Indonesia Rodrigo Chaves mengatakan, kondisi ekonomi dunia masih lemah sehingga membatasi permintaan global. Hal ini tentu akan menekan harga komoditas sehingga mempengaruhi ekspor dan perekonomian Indonesia.     

Dia melempar dua pilihan yang bisa diambil Indonesia untuk menopang ekonominya. Pertama, mengandalkan sumber daya alam. Kedua, selain SDA, mengandalkan kemampuan sumber daya manusia dan peningkatan modal. “Lebih baik bagi Indonesia memilih yang kedua,” kata Chaves, Senin, pekan lalu. (Baca: Ekspor April Masih Lesu, Industri Manufaktur Terus Tumbuh)

Untuk itu, menurut Rodrigo Chaves, pemerintah perlu mendiversifikasi sumber pertumbuhan ekonomi ke sektor manufaktur dan jasa. Dua sektor itu dinilai memberikan pekerjaan dengan upah lebih tinggi. Saat ini, pertumbuhan industri manufaktur Indonesia sangat kecil, hanya 4,6 persen, tertinggal dari Vietnam.

Agar industri manufaktur berkembang, pemerintah dapat melakukan reformasi kebijakan. Di sini pentingnya 12 paket kebijakan ekonomi yang diril pemerintah sejak September tahun lalu. Tapi, “Reformasi yang dilakukan belum selesai. Reformasi itu tidak berhenti dan akan terus dilakukan agar perekonomian lebih kompetitif,” ujar Chaves. (Baca: Bank Dunia: Pertumbuhan Indonesia Tergantung Paket Ekonomi)

Chaves memperkirakan ekonomi Indonesia bisa tumbuh 5,1 persen tahun ini dengan mengandalkan reformasi kebijakan. Proyeksi itu lebih baik dari pertumbuhan ekonomi negara-negara pengekspor komoditas lainnya, seperti Brasil dan Meksiko. Namun, dia memberikan catatan agar pemerintah dapat menangani risiko fiskal untuk mencapai target tersebut.