Pemerintah sedang menyiapkan Perum Bulog untuk memborong bawang merah hasil panen petani. Targetnya, 23 ribu ton bawang merah, yang kerap berpengaruh signifikan terhadap laju inflasi, dapat terserap. Langkah ini diharapkan dapat menekan permainan harga yang kerap terjadi.
Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian Garjita Budi mengatakan kebutuhan bawang merah mencapai 100 ribu ton per bulan. Apabila Bulog memiliki seperlimanya, sudah cukup untuk menjaga kestabilan harga komoditas ini. “Di pemerintah 23 ribu ton itu sudah bagus,” kata Garjita di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Rabu, 4 Mei 2016. (Baca: Ada Permainan Harga, Bulog Akan Intervensi Tata Niaga Bawang).
Meskipun demikian, rencana ini masih terus dimatangkan. Masa panen bawang merah juga belum dimulai. Menurut Garjita, Bulog telah mendata sejumlah sentra utama produsen bawang merah. Dari pendatan itu, 13 titik menjadi target penyerapan hasil panen. Hanya, dia tidak menjelaskan secara rinci berapa ton yang akan dibeli Bulog dari tiap-tiap daerah tersebut.
Terkait dengan harga, bawang merah kemungkinan dipatok sekitar Rp 25 ribu per kilogram. Hal ini sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo. Namun, rapat di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian hari ini belum menentukan harga dari petani. Menko Perekonomian Darmin Nasution hanya meminta agar terjadi harga yang sesuai antara petani dengan konsumen. “Kalau harga melejit, rakyat teriak. Kalau harga turun, petani yang teriak,” ujarnya.
Lonjakan harga komoditas ini sempat menjadi perhatian utama pemerintah. Sebab, kenaikan harga bawang merah terjadi di tengah melimpahnya pasokan komoditas tersebut di pasar. Untuk mengatasi masalah itu, pemerintah menyiapkan Perum Bulog untuk melakukan intervensi tata niaga distribusi bawang merah di dalam negeri. (Lihat pula: Harga Pangan Terkendali, April Cetak Deflasi Terbesar Sejak 1999).
Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian Spudnik Sujono mengatakan, berdasarkan data yang dimilikinya dan data tim independen Kementerian Koordinator Perekonomian, produksi bawang merah bisa mencapai 140 ribu ton per bulan. “Ketersediaan bawang merah pada Mei sampai Juli akan aman,” kata Spudnik.
Meski demikian, harga bawang merah di pasaran tetap tinggi. Setidaknya, hal itu tecermin dari data inflasi yang dilansir Badan Pusat Statistik (BPS). Pada April lalu, bawang merah merupakan komoditas bahan makanan yang paling dominan menyebabkan inflasi yaitu sebesar 0,05 persen. Padahal, BPS mencatat pada bulan lalu terjadi deflasi 0,45 persen, yang merupakan deflasi terbesar sejak 1999, berkat terkendalinya harga pangan dan bahan makanan. (Baca: BPS Meramal Deflasi dan Harga Barang Turun Selama 3 Bulan).
Rupanya, menurut Spudnik, surplus produksi bawang merah di petani ternyata tidak seluruhnya masuk ke pasar sehingga harga komoditas bahan makanan ini tidak turun. Ia pun menengarai, hal ini disebabkan ulah para oknum pedagang yang menyimpan bawang merah sehingga harganya tetap tinggi. “Yang namanya pedagang bisa mengatur. Barang saya ada tapi ditahan sehingga harga bisa naik sedikit.”