KATADATA - Hari ini, PT Industri Kereta Api (Inka) mengirim 15 dari 150 gerbong penumpang yang dipesan oleh Bangladesh Railway. Agar ekspor gerbong kereta makin meningkat, pemerintah mempermudah perusahaan pelat merah itu untuk memperoleh pembiayaan melalui kredit perbankan hingga Rp 300 miliar.
Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.08/2015 mengenai penugasan khusus (National Interest Account), Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia atau Indonesia Exim Bank diberi tugas membiayai PT Inka. Dengan begitu, Inka diharapkan memenangkan tender internasional pengadaan tambahan gerbong kereta penumpang oleh Bangladesh Railway sebanyak 264 unit yang akan dilaksanakan pada April 2016.
Selama ini, pembiayaan ekspor semacam ini sulit dilaksanakan karena dianggap tidak feasible dan tidak bankable. Tetapi pemerintah berpandangan hal ini penting. Di sisi lain, hal itu bisa mendorong Inka mengembangkan pasar ke negara nontradisional seperti Pakistan, Myanmar, Srilanka, Thailand, dan Mesir. (Baca: Ekonomi Dunia Lesu Ekspor Indonesia Jatuh).
Apalagi proyek ini memiliki tingkat kandungan lokal hingga 70 persen. Dengan demikian, diharapkan mampu menggerakan sektor riil dan manufaktur dalam negeri. “Penyerapan tenaga kerja juga besar,” kata Kepala Seksi Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Rinto Setiawan di Jakarta, Kamis 31 Maret 2016.
Bila rencana tersebut berjalan lancar dapat mendongkrak laju ekspor yang masih melemah. Nilai ekspor Indonesia menurun signifikan dalam dua tahun terakhir. Misalnya, ekspor Indonesia pada 2015 hanya US$ 150,25 miliar, turun 14,6 persen dibanding tahun sebelumnya.
Langkah untuk menggenjot ekspor ini diharapkan dapat meningkatkan permintaan eksternal di pasar dunia. Dengan begitu, ekspor bisa tumbuh 4,8 hingga 5,2 persen. Sementara itu, sepanjang Januari-Februari 2016, ekspor terkontraksi 14,32 persen. (Lihat pula Infografik: Ekspor Nonmigas Masih Andalkan AS Dan Cina).
Pada dua bulan itu, harga komoditas ekspor memang jeblok seiring kejatuhan nilai minyak mentah dunia hingga sekitar US$ 35 per barel. Untuk mencari celah dari situasi lesu ini, Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong menyebutkan ada dua komoditas yang bisa menjadi andalan untuk menyumbang devisa dari ekspor: pakaian atau busana dan perhiasan. (Baca: Perhiasan dan Busana Jadi Jagoan Ekspor di Masa Depan).
Pernyataan Tom Lembong dilontarkan bukan tanpa alasan. Misalnya, dia merujuk pada angka ekspor perhiasan tahun lalu yang menyentuh US$ 5 miliar. Dari sisi pertumbuhan pun naik cukup fantastis hingga 20 persen per tahun. “Itu berarti naik dua kali lipat setiap 3,5 hingga 4 tahun. Hitung saja dari US$ 5 sampai 10 miliar, lalu ke US$ 20 miliar,” kata Tom saat berbincang dengan Katadata beberapa waktu lalu.
Tom juga menyatakan perhiasan merupakan contoh sukses proses hilirisasi industri barang mentah. Di sini lebih banyak melibatkan pekerja dibandingkan sektor lain yang hanya mengandalkan harga komoditas seperti kelapa sawit. “Ini yang akan mengubah struktur ekspor dan juga perdagangan kita nantinya,” kata Tom.