KATADATA - Dana melimpah Cina menjadi incaran banyak pihak. Tak hanya negara maju seperti Amerika Serikat, sejumlah negara Asia Tenggara meliriknya seperti Malaysia. Indonesia pun tak mau tertinggal. Apalagi, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat realisiasi investasi Negeri Panda tersebut masih rendah.
Sepanjang Januari-Februari tahun ini, data BKPM menunjukkan komitmen investasi dari Cina juga menurun 53 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Nilainya menjadi US$ 3,2 miliar. Besaran komitmen ini membawa Cina pada urutan ketiga negara Penanaman Modal Asing setelah Amerika dan Singapura yang mencapai US$ 16,3 miliar dan US$ 7,9 triliun. Dari jumlah tersebut, realisasi investasi Cina kurang dari 10 persen dari nilai komitmennya.
Deputi Perencanaan Penanaman Modal BKPM Tamba Hutapea mengatakan saat ini banyak negara mengincar investasi langsung (Foreign Direct Investment/FDI) dari Cina. Bahkan Malaysia dan Amerika masuk sepuluh besar negara yang mendapat investasi dari Negeri Tirai Bambu tersebut. Indonesia tidak masuk dalam level ini. Padahal, Cina kerap menyatakan akan menjadikan Indonesia sebagai tujuan utama investasi. (Baca: Realisasi Investasi Cina Rendah, BKPM Buat Desk Khusus).
Selama ini, kata Tambaa, investor Cina memilih berinvestasi melalui negara lain seperti Hongkong, Singapura, atau Virgin British Island. Yang menjadi pangkal masalah yaitu birokrasi di negaranya panjang sehingga sulit membawa modal keluar. Selain itu, Cina juga sering khawatir terhadap perkembangan politik dan sosial di Indonesia. “Yang paling penting itu certainty. Kami usahakan agar (komitmen investasi Cina) itu terealisasi,” kata Tamba di Jakarta, Rabu, 16 Maret 2016 .
Apalagi beberapa perusahaan mulai mengamati potensi bisnis di Indonesia. Perusahaan properti, misalnya, sedang menjajaki pembangunan hunian atau residensial yang terhubung dengan kawasan industri di Tangerang seluas dua ribu hektare. Nilai investasinya US$ 3 - 5 miliar selama lima tahun. Di sektor pertanian juga ada yang berencana mengembangkan perkebunan singkong di Kalimantan Tengah. “Saya bilang, kalau tidak dapat di sana, bisa di Kalimantan Utara. Gubernurnya sudah siap membantu.” (Baca juga: Dana Cina, Grup Sinar Mas Peminjam Terbesar Tiga Bank Pemerintah).
Di sektor mineral juga sudah ada perusahaan Cina yang siap berinvestasi. Mereka mengicar wilayah di Bantaeng, Sulawesi Selatan dan Morowali, Sulawesi Tengah. Bidang kelistrikan pun diminati seperti di Seluma, Bengkulu. Juga pembangkit listrik bio massa di Papua. Ada pula perusahaan suku cadang kendaraan bermotor yang sudah masuk ke Indonesia pada Februari lalu.
Secara total, sepanjang dua bulan pada awal tahun ini, komitmen investasi tumbuh 163 persen dibanding periode yang sama tahun lalu, yakni mencapai Rp 561 triliun. Jumlah itu terdiri dari penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri, masing-masing Rp 448 dan 113 triliun. (Lihat juga: Asing Tertarik Investasi E-Commerce, Logistik dan Barang Konsumsi).
Kepala BKPM Franky Sibarani mengatakan pencapaian ini menunjukan kinerja investasi sudah sesuai dengan target Rp 3.500 triliun selama lima tahun. Apalagi investasi di industri padat karya mulai meningkat dibanding tahun lalu. Hal ini menunjukan bahwa paket kebijakan ekonomi mulai direspons positif oleh investor, khususnya untuk industri tekstil yang sempat diterpa pengurangan tenaga kerja pada 2015.
“Kami melihat target Rp 3.500 triliun sepanjang 2015-2019 masih on the track,” ujar Franky. “BKPM akan efektifkan pemasaran investasi di negara-negara yang menjadi fokus.” (Lihat pula: Realisasi Investasi Cina Rendah, BKPM Kawal Pabrik Mobil Wuling).
BPKM mencatat sektor prioritas tumbuh 40 persen. Sektor pertanian dan pariwisata masing-masing turun 80 persen dan 17 persen. Namun industri kemaritiman, orientasi ekspor, dan substitusi impor mampu tumbuh berturut-turut 134 persen, 366 persen, dan 885 persen. Begitu juga dengan industri pertanian dan hilirisasi sumber daya mineral tumbuh 80 persen dan 563 persen. Sedangkan industri padat karya naik enam persen.