KATADATA - Ekonom Bank Mandiri meramal ada tiga sektor yang tumbuh signifikan pada 2016. Ketiga sektor tersebut meliputi industri barang konsumsi, manufaktur, dan infrastruktur. Hal tersebut dengan asumsi bahwa pengaruh paket kebijakan ekonomi satu hingga delapan mulai terasa awal tahun ini.
Dengan asumsi mulai berkurangnya gejolak pasar keuangan, ekonom Bank Mandiri Nadia Kusuma Dewi berpandangan ekonomi bisa tumbuh lima persen di 2016 seiring kepastian kenaikan suku bunga acuan Amerika Serikat atau Fed Rate. Juga, karena didorong oleh sejumlah aturan dalam paket kebijakan ekonomi. “Sektor yang berorientasi pasar domestik berpotensi besar tumbuh kuat,” kata Nadia dalam risetnya yang diterima Katadata, akhir pekan lalu.
Mamay Sukaesih, rekan Nadia, dalam laporan itu juga menyebutkan ada tiga sektor yang berpeluang tumbuh. Hal tersebut dipicu oleh jumlah penduduk Indonesia yang begitu besar. Apalagi sebagian besar didominasi usia produktif -penghasilan kelas menengah terus tumbuh- sehingga menjadi peluang bagi sektor barang konsumsi. Perubahan gaya hidup dan konsumsi bersama dengan peningkatan urbanisasi juga menjadi potensi sektor ini. (Baca: Investasi Melonjak, Industri Makanan Jadi Penggerak Manufaktur).
Infrastruktur pun menjadi sektor yang berkesempatan tumbuh. Sebab, pemerintah menyediakan anggaran lebih besar untuk pembangunan tahun ini. Upaya pemerintah membangun luar Pulau Jawa juga membuka peluang tumbuhnya ekonomi di daerah tersebut. Proyek yang menjadi prioritas tahun ini, misalnya, jalur kereta api Sorong-Manokwari, pengembangan Bandara Domine Eduard Osok di Papua Barat dan pelabuhan Bitung di Sulawesi Utara. Ada pula pembangunan jalan raya Manado-Bitung.
Selain itu proyek infrastruktur konektivitas di wilayah barat dan tengah Indonesia seperti pembangunan jalan raya Samarinda-Balikpapan. Lalu, pembangunan dan pengembangan pelabuhan Kuala Tanjung di Sumatera Utara. Juga pembangunan jalur kereta api bandara Soekarno Hatta-Halim Perdana Kusuma. “Infrastruktur ini akan menjdi motor pertumbuhan ekonomi lokal. Juga untuk memperlencar arus distribusi barang antar daerah,” kata Mamay.
Sektor lainnya yakni industri manufaktur. Terutama bagi industri yang menciptakan nilai tambah dari produk berbasis sumber daya alam lokal seperti pertanian, perikanan, dan perkebunan. Sebagai contoh adalah kakao di Sulawesi Barat atau rumput laut dari Sulawesi Tengah. (Baca juga: Tahun Depan, Realisasi Investasi Luar Jawa Hampir Menyamai Jawa).
Dari sisi transaksijual-beli, Kementerian Perdagangan membuka ASEAN Economic Community center untuk mendukung ekspor di tengah persaingan antara negara di Asia Tenggara. Tujuannya, untuk memberi informasi peluang pasar kepada para pemangku kepentigan, seperti pemerintah daerah (pemda), pelaku bisnis, akademisi, dan masyarakat umum.
Berikut produk ekspor utama yang dinilai prospektif ke kawasan ASEAN dan negara sekitarnya oleh Kementerian Perdagangan:
Kawasan ASEAN: Produk Kimia (9,9 persen), Otomotif (14,6 persen), Mesin – mesin (5,8 persen), Makanan Olahan (12,7 persen), Tekstil & Produk Tekstil (5,1 persen), Perhiasan (19,5 persen), Plastik (8 persen), Ikan & Produk Ikan (10,9 persen), Rempah-rempah (15,5 persen), Kopi (23,8 persen), Alas Kaki (13,1 persen), Kerajinan (10,6 persen), Kulit & Produk Kulit (8,9 persen), dan Udang (28,3 persen).
Cina: Kayu, Pulp & Furnitur (17,1 persen), Produk Kimia (4,1 persen), Tekstil & Produk Tekstil (19,9 persen), Makanan Olahan (26 persen), Otomotif (4,1 persen), Alas Kaki (38,5 persen), Plastik (9,3 persen), Ikan & Produk Ikan (20,1 persen), Udang (67,7 persen), Kulit & Produk Kulit (24 persen), Kopi (33,3 persen), Rempah-rempah (36,4 persen), Kerajinan (17,3 persen) dan Perhiasan (154,7 persen).
Jepang: Kayu, Pulp & Furniture (0,15 persen), Tekstil & Produk Tekstil (16,4 persen), Mesin – mesin (7,7 persen), Otomotif (4,8 persen), Produk Kimia (7 persen), Perhiasan (209,4 persen), Produk Plastik (2,3 persen), Udang (3,3 persen), Alas Kaki (23 persen), Kerajinan (0,01 persen), Rempah – rempah (12,7 persen) dan Kulit & Produk Kulit (2,23 persen).
Korea Selatan: Kayu, Pulp & Furnitur (0,8 persen), Tekstil & Produk Tekstil (5,6 persen), Produk Kimia (1,9 persen), CPO & Turunannya (71,8 persen), Mesin – mesin (12,9 persen), Makanan Olahan (22,6 persen), Otomotif (30,5 persen), Alas Kaki (34,9 persen), Plastik (13,9 persen), Kerajinan (20 persen), Kulit & Produk Kulit (0,11 persen), dan Udang (28,5 persen).