KATADATA - Masalah waktu tunggu bongkar muat barang atau dwelling time di Pelabuhan Tanjung Priok masih menjadi polemik. Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II Richard J Lino mengatakan tidak ada kaitan antara dwelling time dan pembangunan jalur kereta barang ke pelabuhan tersebut. "Dwelling time itu penyelesaian dokumen, bukan kegiatan fisik," kata Lino kepada Katadata, Senin, 26 Oktober 2015.
Sayangnya, walau Lino menampik urusan arus lalu-lintas barang dengan dwelling time ini, dia menyatakan tak mempunyai alternatif untuk mengurai masalah yang kerap dikeluhkan oleh pengusaha tersebut. Sebab, hal itu merupakan wilayah pemerintah.
Di sisi lain, dia mengaku tak dilibatkan oleh Satuan Tugas Dwelling Time yang dibentuk oleh Kementerian Koordinator Maritim dan Sumber Daya. "Mau menylesaikan masalah tapi tidak bicara sama orang yang di lapangan, ya bagiamana," ujarnya. (Baca juga: Lebih Tiga Hari, Kontainer di Pelabuhan Priok Terancam Denda Rp 5 Juta).
Sementara itu, di tempat terpisah, Ketua Satgas Dwelling Time Agung Kuswandono mengatakan hingga kini telah memangkas peraturan terkait perizinan, salah satunya dalam sektor perdagangan. "Dari 32 peraturan mengenai larangan dan pembatasan terkait dengan sejumlah barang impor, 16 aturan sudah dihapus, dilakukan perbaikan atau revisi," kata Agung di gedung BPPT, Jakarta. "Terdapat 12 aturan lagi yang sedang dalam proses penandatanganan."
Menurut Agung, ada empat aturan lain mengenai besi baja, gula, printer foto kopi berwarna, dan garam yang masih memerlukan negosiasi dan hitungan lebih rinci. Langkah Satgas lainnya dalam memperlancar kegiatan di pelabuhan yaitu memindahkan penerapan pelabelan untuk barang impor dari Tempat Penimbunan Sementara (TPS) Tanjung Priok ke Cikarang Dry Port, Bekasi. Kebijakan ini, lanjut dia, telah disosialisasikan melalui media dan dipahami oleh para importir. Dari langkah ini, diperkirakan mengurangi dwelling time 0,5-1,0 hari.
Direktur Utama PT Pelindo II RJ. Lino (Katadata)
Adapun mengenai renacana rekonstuksi jalur rel kereta barang ke pelabuhan, Agung menyatakan pengadaan dan pembayaran lahannya digarap oleh anak perusahaan PT Kereta Api Indonesia (KAI), PT KA Properti Management. Pada Agustus-September, urusan tersebut telah kelar. (Baca pula: Dwelling Time Pelabuhan Lambat, Pelindo II Salahkan Kemenhub).
Pembangunan jalur kereta dari Stasiun Pasoso, Tanjung Priok menuju Stasiun Dermaga 208 dinilai tak ada hambatan. Namun demikian, ujar Agung, masih ada sedikit kendala pada rencana lokasi Stasiun Jakarta International Container Terminal (JICT) karena menumpuknya material milik Direkterot Jenderal Bina Marga. "Saat ini sedang dibangun jalan layang di depan Tanjung Priok, di sana banyak sekali material PT Bina Marga."
Karena itu, PT KAI dan Ditjen Bina Marga sepakat untuk melakukan pergeseran perubahan ramp off yang telah dibangun dalam menyesuaikan pembangunan jalur kereta yang membentang 1,2 kilometer itu. Agung mentargetkan moda transportasi tersebut bisa beroperasi pada akhir Desember nanti.
Asisten Deputi Jasa Kemaritiman Kementerian Koordinator Kemaritiman Okto Irianto menambahkan bahwa jalur kereta dapat memuat hingga 30 kontainer, lebih efisien dibandingkan truk. "Satu truk cuma bisa angkat satu kontainer. Kalau bisa buka jalur kereta langsung ke JICT, sekali kereta jalan bisa membawa 30 kontainer. Nah, sehari bisa ratusan kontainer di bawa ke luar," ungkapnya.