Berburu Tahu Kupat Warisan Mbah Djawi

Kupat Tahu
24/2/2015, 14.00 WIB

RASA kecewa terpancar di raut wajah sejumlah pengunjung  warung  tahu kupat Mbah Djawi 1. Ada yang datang bermobil, ada pula yang bersepeda motor. ?Wah, wis telas (sudah habis),? kata seorang ibu mengabarkan kepada anggota keluarganya yang masih berada di dalam mobil, yang baru saja parkir.

Bu Surati, pemilik warung, rupanya baru saja mengabarkan bahwa barang jualannya itu sudah ludes. Kalaupun ia masih sibuk mengulek bumbu, itu untuk piring pesanan terakhir. Padahal, jarum jam pada Jumat siang itu, 20 Februari lalu, baru menunjuk pada angka 13.00, saatnya jam makan siang. Dan pengunjung pun masih terus berdatangan.

Begitulah, saban hari warung yang mulai buka sekitar pukul 11.00 ini ramai diserbu pengunjung. Warung tutup begitu barang jualan habis, yang hanya perlu beberapa jam. ?Dalam sehari, hanya 100 porsi yang dijual,? ujar Bu Surati yang juga akrab dipanggil Bu Rati. Harga per porsinya pun terbilang sangat murah: hanya Rp 7.000.

Tahu kupat Mbah Djawi adalah makanan tradisional khas Banyumas, yang juga banyak dijumpai di kota-kota lainnya di Jawa, antara lain di Magelang, Solo, Yogya, dan Bandung.  Makanan ini berbahan dasar ketupat dan tahu yang telah digoreng, karena itu sering disebut juga tahu goreng, tahu masak, atau tahu gecot.

Namun, tahu kupat Mbah Djawi memiliki kekhasan, yakni tidak menggunakan bumbu kacang dan kerupuk dalam penyajiannya, seperti tahu kupat di tempat-tempat lainnya. Tahu putih yang diolah pun, khusus dipesan dan tanpa bahan pengawet.

Tahu yang telah digoreng kemudian dipotong potong, dan disajikan bersama irisan ketupat, kecambah, kubis, sambal, air gula, dan taburan bawang goreng. Bahan baku sambalnya hanya berupa cabe, bawang putih, dan gula merah.

Adakalanya, pelanggan meminta sajian tahu kupat dicampur dengan potongan tempe mendoan, makanan khas Banyumas, yang memang disediakan di warung itu. Plus kerupuk mie goreng (mireng) berwarna kuning sebagai pelengkap.

Bertempat di Jl. Sudagaran Kulon Banyumas?tak jauh dari pusat kota Purwokerto?Tahu Kupat Mbah Djawi yang menabalkan dirinya sebagai tahu kupat asli Banyumas, sudah berdiri sejak 1948. Usaha ini pertama kali dirintis oleh Mbah Salam Djawikarta, yang akrab dipanggil Mbah Djawi.
Awalnya si mbah berjualan keliling dari satu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan pikulan. Melihat animo konsumennya yang cukup tinggi, selang satu tahun kemudian si mbah membuka warung kecil untuk mulai berjualan secara menetap.

Inilah warung pertama yang bertahan hingga kini, dan karena itu dinamai warung Tahu Kupat Mbah Djawi 1. Persisnya, berlokasi di selatan pertigaan  jalan Kaligawe dan jalan Kulon desa Sudagaran, Kecamatan Banyumas (satu kompleks dengan Bakmi Gareng).

Mbah Djawi, sang pendiri, memang sudah lama tiada. Ia meninggal pada 1990, dan setelah itu usahanya dilanjutkan oleh istrinya, dengan dibantu oleh anak pertamanya yaitu Ibu Kartiwi, yang akrab dipanggil Bu Karti.

Sepeninggal istri Mbah Djawi, warung ini sepenuhnya dikelola oleh Bu Karti. Hingga akhirnya, pada 1994, warung ini diserahkan pengelolaannya ke adiknya, yang bernama Ibu Surati, yang baru kembali menetap di Banyumas, setelah sebelumnya pindah ke Jakarta.

Bu Karti sendiri lantas membuka warung Tahu Kupat Mbah Djawi kedua. Lokasinya tidak jauh dari warung pertama, yaitu sekitar 350 meter ke arah utara. Tepatnya di  sebelah barat Pasar Banyumas, persis di sebelah utara Kelenteng Banyumas.

Menurut Winarko, putera Bu Karti dan cucu pertama Mbah Djawi, saat itu ibunya berpendapat bahwa keberadaan kedua warung ini tidak akan saling mematikan. ?Kalau ada pembeli baru, pasti menuju warung utama,? ujarnya. ?Tapi, kalau pelanggan lama tentu mengejar penjual yang lama, yaitu Bu Karti.?

Perkiraan itu tak meleset. ?Alhamdulillah sampai sekarang kedua warung tersebut sama ramainya,? kata Winarko melalui pesan singkat. 

Bisnis UKM (Bagian 2): Sentuhan Tradisional Tahu Kupat Mbah Djawi

Reporter: Metta Dharmasaputra