KATADATA ? Limbah kayu bekas yang banyak tersedia di sekitar ternyata bisa menjadi bisnis yang menjanjikan. Penggunaan kayu bekas justru lebih menguntungkan dibanding dengan kayu baru yang pasokannya lebih sulit didapat.
Hal ini dialami pemilik CV Nuansa Kayu Bekas, Rani Permata Sari. Di saat bisnis furniturenya mulai lesu pada 2009 akibat permintaan dari Eropa dan Amerika menurun tajam. Ditambah, pembakaran hutan kian marak membuat pasokan bahan kayu sulit diperoleh.
Kondisi itu berubah ketika Rani secara tak sengaja menemukan banyaknya kayu bekas untuk rumah terbuang dan dibakar. Limbah kayu tersebut ditemukan tak jauh dari rumahnya di Wonorejo, Karanganyar. Rani mencoba mengambil kayu itu dan membentuknya menjadi barang kebutuhan rumah tangga seperti meja, kursi, dan lemari.
"Kayu bekas bongkaran rumah kan banyak tersedia. Indonesia tidak pernah kekurangan sampah, jadi saya pikir mengapa usaha ini tidak dicoba," ujarnya kepada Katadata dalam pameran 'Trade Expo Indonesia' di Jakarta minggu lalu.
Tak disangka, di tengah bisnis furniturenya yang tengah lesu, pelanggannya yang mayoritas berasal dari luar negeri justru lebih tertarik dengan produk kayu bekasnya. Permintaan terus bertambah. Rani pun mulai memadukan bahan dari rotan yang juga banyak tersedia dan harganya jauh lebih murah.
Sejak saat itu dia mulai berani memamerkan produknya ini setiap acara pameran. Jumlah pembeli yang bertambah membuat Rani terus berinovasi mengikuti permintaan pelanggan. Produknya mulai dari meja, kursi, lemari, hiasan dinding, hingga mangkok kayu.
Tidak hanya menggunakan kayu bekas dan rotan saja, kaleng dan drum bekas pun bisa disulapnya untuk kursi dan meja. Kisaran harga yang ditawarkan mulai US$ 6-20 per buah atau lebih, tergantung bahan baku yang digunakan.
Rani mengaku, produk olahan barang bekas ini memang sangat biasa, namun dengan sentuhan kreativitas membuat barang ini memiliki nilai tambah. Bahkan karena itu juga yang membuat bisnisnya ini begitu banyak diminati oleh buyer (pembeli) terutama yang berasal dari luar negeri, seperti ke Jerman, Belanda, Amerika, dan Cina.
"Mereka (pembeli) melihat bukan hanya fungsinya barangnya, tapi bahan yang tidak terpakai ternyata bisa diciptakan menjadi barang yang bisa berguna," tuturnya.
Bisnis kayu bekas ini ia rintis semula dengan dibantu 20 orang karyawan. Awalnya CV Nuansa Kayu Bekas bisa menghasilan omset Rp 240 juta per bulan. Rani pun tak ragu menambah modal hingga Rp 200 juta untuk membangun pabrik produksi. Enam tahun berjalan, karyawannya kini meningkat menjadi 230 orang dengan omset Rp 9 miliar per bulan. Setiap bulannya, 12 kontainer dikirim ke luar negeri untuk diekspor.
Rani mengaku hingga kini belum mengalami kesulitan berarti dalam menjalankan bisnis kayu bekasnya. Alasannya, usahanya tak memerlukan keahlian khusus dan bahan baku banyak tersedia.