Imbas Corona, 30% Industri Jamu Tradisional Merumahkan Karyawan

ANTARA FOTO/Harviyan Perdana Putra
Ilustrasi UMKM produsen jamu di Kelompok Usaha Bersama (KUB) Sejahtera Jaya, Simbangdesa, Tulis, Kabupaten Batang, Jawa Tengah, Jumat (8/11/2019). Sebanyak 30% industri jamu merumahkan karyawan imbas covid-19.
Editor: Ekarina
27/4/2020, 16.13 WIB

Peningkatan permintaan jamu tradisional di tengah merebaknya pandemi corona tak serta merta menjadikan sektor usaha ini berada di atas angin. Gabungan Pengusaha Jamu dan Obat Tradisional Indonesia (GP Jamu) mencatat, hingga saat ini terdapat 30% industri jamu yang merumahkan karyawan akibat Covid-19 dan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). 

Ketua GP Jamu Dwi Ranny Pertiwi mengatakan, PSBB menyebabkan distribusi dan pemasaran barang ke wilayah ikut terdampak, khususnya di wilayah Kalimantan dan Indonesia Timur. Akibatnya, penjualan pun menurun. 

Padahal, dari sisi produksi, industri jamu memiliki kecukupan bahan baku. Permintaannya pun sedang tinggi, lantaran banyak masyarakat percaya akan khasiat jamu terhadap kesehatan.

(Baca: Pengusaha Tuding DPR Impor Jamu Ilegal dari Tiongkok)

"Sebanyak 30% industri terutama di daerah mulai merumahkan karyawannya. Sebagian masih berjalan baik," kata Dwi dapat rapat bersama Komisi VI DPR RI di Jakarta, Senin (27/4).

Menurut dia, hambatan penjualan saat ini ikut diperparah dengan adanya impor jamu dalam skala besar oleh Satuan Tugas (Satgas) Lawan Covid-19 Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Padahal, jamu sejenis dapat diproduksi oleh industri dalam negeri.

Adanya kebijakan tersebut menjadikan industri tak mampu menjadi tuan rumah di pasar domestik. "Terus terang kami berkeberatan. Formula di jamu itu kami juga bisa membuat, tapi ternyata kami oleh Satgas DPR RI tak dianggap," kata dia.

Wakil Ketua GP Jamu, Thomas Hartono juga menyatakan, industri jamu tradisional tengah mengalami kenaikan omzet. Tercatat, omzet industri jamu lokal pada 2018 mencapai Rp 19 triliun dan meningkat tahun lalu sekitar 10% atau setara Rp 21,9 triliun.

Dengan omzet industri yang tinggi, dia berpendapat pemerintah seharusnya mendukung penggunaan jamu tradisional dalam negeri. Hal ini dikarenakan ketersediaan bahan baku  melimpah sehingga mempermudah produksi industri jamu dalam negeri.

(Baca: Tak Terbukti Medis, Google Cabut Iklan Jamu Obat Corona di YouTube)

"Untungnya 99% bahan jamu itu dari lokal tidak diimpor. Kemungkinan pengadaan bahan baku tidak ada masalah, yang terhambat mungkin disuplai karena keterbatasan pengiriman barang," kata dia.

Dengan situasi seperti saat ini, salah satu cara pemasaran yang bisa dilakukan industri yakni menjual produk jamu secara daring. Meski tak langsung  dilakukan secara masif akibat keterbatasan infrastuktur, dia berharap sistem online setidaknya mampu menekan kerugian akibat corona.

"Diharapkan sistem online pengiriman baru, tidak akan mengurangi omzet penjualan jamu," kata dia.

Reporter: Tri Kurnia Yunianto