Gabungan Pengusaha (GP) Farmasi mengeluhkan besarnya utang pembelian obat rumah sakit yang mencapai triliunan rupiah per bulan. Kondisi ini telah terjadi selama tiga tahun terakhir, dan tidak jelas penyelesaiannya.
Ketua Umum GP Farmasi F. Tirto Koesnadi mengatakan pihaknya telah berulang kali mengadukan permasalahan ini kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Namun, para pengusaha selalu mendapatkan jawaban yang penuh ketidakpastian, sehingga kesulitan menjalankan bisnisnya.
"Rumah sakit pokoknya maunya beli saja, kalau minta obat tidak dikasih mereka berteriak-teriak tidak disupply. Sekarang ini saja mungkin tunggakan ada Rp 4 triliun yang belum terbayar," kata Tirto kepada Katadata.co.id, Selasa (12/5).
Menurut dia, setiap kali rumah sakit ditagih untuk melunasi kewajibannya, mereka selalu berdalih pihak BPJS Kesehatan belum mencairkan uang untuk membayar obat. Padahal, berdasarkan keterangan BPJS Kesehatan seluruh tanggungan obat sudah dibayarkan pada rumah sakit hingga Maret.
(Baca: BPJS Defisit, Tunggakan RS ke Kalbe Farma Capai Rp 200 Miliar)
Adapun rumah sakit yang lebih sering melakukan penunggakan pembayaran obat yakni rumah sakit negeri yang mendapatkan jaminan dari pemerintah. Sementara rumah sakit swasta jumlah tunggakannya lebih sedikit.
Kondisi ini kian memperburuk industri farmasi lantaran pengusaha kesulitan untuk menyesuaikan harga selama kurun waktu tiga tahun terakhir karena tidak adanya tender-tender baru.
Tercatat dalam tiga tahun terakhir penyesuaian harga hanya terjadi pada 2019 sebesar 6,71%. Belum lagi banyaknya aturan-aturan yang berbelit dan tumpang tindih sehingga bisnis ini tak diminati investor asing.
"Untuk stok obat kami tidak kesulitan karena namanya industri selalu membeli bahan baku untuk produksi, tapi kalau tidak dibayar berkepanjangan bisa bangkrut juga lama-lama," kata dia.
(Baca: Krisis Bahan Baku Impor Hantui Industri Farmasi )
Dalam kondisi adanya wabah penyakit seperti ini seharusnya industri farmasi menjadi perhatian khusus dari pemerintah. Sebab, dari sisi bisnis industri ini paling kebal terhadap krisis yang ditimbulkan akibat pandemi virus corona. Pasar sektor ini pun meningkat pesat sejak awal merebaknya kasus di akhir tahun lalu.
Wakil Ketua Umum Bidang Hubungan Internasional Kamar Dagang dan Industri Indonesia Shinta Kamdani mengatakan industri-industri lain seperti manufaktur, otomotif dan pariwisata diperkirakan akan sulit pulih. Pasalnya, sektor-sektor tersebut mengandalkan bahan baku dan pasar global untuk meningkatkan kinerjanya.
"Bisnis obat dan kesehatan yang paling maju walaupun kemarin juga yang farmasi punya masalah di bahan baku tapi paling tidak marketnya ada kemudian untuk perusahaan IT dan teknologi bisa meningkatkan penjualan," kata Shinta kepada Katadata.co.id, Jumat (8/5).
(Baca: Kadin: Industri Farmasi & Teknologi Paling Kebal dari Pandemi Corona)