Gabungan Pengusaha (GP) Farmasi menyatakan hingga kini belum dapat memastikan kebenaran rencana relokasi pabrik obat asal Amerika Serikat (AS) dari Tiongkok ke Indonesia. Pengusaha menyebut, investasi sektor farmasi masih minim peminat lantaran faktor tenaga kerja serta iklim usaha yang tidak menentu.
Ketua Umum GP Farmasi F Tirto Koesnadi mengatakan, hingga kini belum mendapatkan informasi resmi dari pemerintah mengenai relokasi pabrik yang rencananya akan dibangun di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah.
Meski begitu, dia menyatakan peluang masuk investasi industri farmasi AS ke Tanah Air saat ini sangat kecil. Sebab, iklim usaha di Indonesia sedang tidak kondusif sebagaimana yang dikeluhkan banyak penanam modal asing.
(Baca: Hubungan AS-Tiongkok Memanas, Indonesia Jadi Tujuan Relokasi Investasi)
"Masih terlalu dini membicarakan itu, Pak Luhut boleh cerita tapi apakah investornya sudah yakin mau pindah ke Indonesia, karena kita terkenal dengan buruhnya susah diatur. Kemudian upah buruh dibentuk suka-suka oleh asosiasi buruh itu yang membuat investor takut," kata Tirto kepada katadata.co.id, Selasa (12/4).
Tirto menjelaskan, saat ini industri farmasi dalam negeri masih belum menjadi daya tarik investor asing.
Kondisinya semakin tidak menarik lantaran banyak rumah sakit baik swasta maupun milik pemerintah kerap menunggak pembayaran obat. Hal ini bahkan terjadi hampir setiap bulan sehingga pengusaha farmasi merugi. Jika keterlambatan pembayaran terjadi berkepanjangan, maka bisa menyebabkan pelaku usaha gulung tikar.
Pasalnya, produsen setiap bulannya juga harus menanggung ongkos produksi yang relatif tinggi, antara lain untuk membeli bahan baku, terlebih dengan pelemahan rupiah saat ini.
"Komposisi utang rumah sakit mencapai Rp 5 - 6 triliun, kalau tidak dilayani mereka selalu teriak-teriak tidak manusiawi. Padahal setiap farmasi itu bisnis yang dihitung kalkulasi produksinya," kata dia.
(Baca: Pengusaha Bidik Relokasi Manufaktur AS dari Tiongkok Efek Corona)
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, industri obat AS berencana merelokasi pabriknya dari Tiongkok ke Indonesia. Hal ini seiring dengan meningkatnya ketegangan antara kedua negara. Rencananya, pabrik tersebut akan dibangun di lahan seluas 4.000 hektare (ha), di Jawa Tengah.
"Saya diminta Presiden Joko Widodo untuk bicara dengan pembantu Presiden AS Donald Trump, dan sekarang 4.000 Ha lahan di Jawa Tengah sedang disiapkan," kata Luhut, dalam diskusi daring, Minggu (10/5).
Untuk mempersiapkan lahan ini Luhut juga telah berkoordinasi dengan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, dan untuk pembangunannya sudah mulai dikerjakan.
Kondisi ini dapat dimanfaatkan industri farmasi dalam negeri untuk meningkatkan produksi bahan baku, untuk menghilangkan ketergantungan impor dari luar negeri. Saat ini, industri farmasi dalam negeri masih mengandalkan impor bahan baku, yakni 60% dari Tiongkok, dan 30% dari India.