Harga Gula dan Bawang Merah Tak Kunjung Turun, Apa Sebabnya?

ANTARA FOTO/Harviyan Perdana Putra/nz
Ilustrasi operasi pasar. Harga gula pasir dan bawang merah tidak kunjung turun di tengah pandemi corona.
Penulis: Sorta Tobing
14/5/2020, 20.59 WIB

Harga gula pasir dan bawang merah tak kunjung turun. Presiden Joko Widodo meminta para menterinya untuk menelusuri penyebab kenaikan kedua harga komoditas tersebut.

“Saya ingin ini dilihat masalahnya di mana, urusan distribusi, memang stok yang kurang, atau memang ada yang sengaja permainkan harga untuk sebuah keuntungan yang besar," kata Jokowi saat membuka rapat terbatas melalui konferensi video, Rabu (13/5).

Rata-rata harga bawang merah mencapai Rp 51 ribu per kilogram. "Masih jauh dari harga acuan bawang merah, yaitu Rp 32 ribu per kilogram," ucapnya.

Harga gula pasir mencapai Rp 17.500 per kilogram. Padahal, harga eceran tertinggi atau HET yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp 12.500 per kilogram.

(Baca: Peretail Mengeluh Sulit Dapat Pasokan Gula Pasir Sejak Pandemi Corona)

Sejak awal tahun ini harga gula tak kunjung turun. Grafik Databoks di bawah ini menunjukkan angkanya tidak pernah menyentuh HET.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut kenaikan harga gula terjadi karena beberapa impor yang tertunda. Beberapa negara terhambat ekspornya karena melakukan karantina wilayah atau lockdown. “Gula pasir memang belum turun seperti yang diharapkan,” ucapnya.

Sebagai langkah antisipasi, pemerintah mengalihkan gula rafinasi ke pasar. “Tentunya diharapkan dengan pengalihan ini harga bisa ditekan ke bawah,” kata Airlangga.

Pemerintah berjanji menindak tegas oknum yang sengaja menggelembungkan harga gula dan bawang merah di tengah pandemic corona.  Untuk mencegah permainan harga, Satuan Tugas Pangan telah mengawasi proses pelelangan. “Jika ada yang memanfaatkan situasi, satgas pangan sudah ditugasi untuk monitor setiap saat,” ujarnya.

(Baca: Bulog Sebar 22 Ribu Ton Gula Impor India ke Pasar untuk Tekan Harga )

Peretail Keluhkan Pasokan Gula yang Menipis

Tak hanya masalah harganya yang tinggi, stok gula juga menipis. Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia (Aprindo) mengeluhkan kondisi ini. “Pasokan gula itu sangat kurang bahkan cenderung tidak ada sama sekali,” kata Ketua Aprindo Roy Mandey.

Kurangnya pasokan gula sudah terjadi sejak Desember 2019, sebelum pandemi Covid-19 terjadi. Untuk menjual gula pasir, industri retail sangat bergantung pada produsen. Termasuk di dalamnya, para importir yang mendapat penugasan untuk memasok gula dari luar negeri.

Suplai yang terhambat, membuat peretail semakin sulit menjual gula sesuai harga eceran tertinggi. Terlebih di masa pandemi, pasokan sulit didapat. Dugaan Roy sama dengan Airlangga, banyak produsen dari negara lain yang terhambat ekspornya karena kebijakan lockdown.

“Semua negara pemasok utama, seperti India, Tiongkok, dan Australia, lockdown. Pasokannya jadi tidak masuk ke kami,” ucapnya.

(Baca: Pasokan Bahan Pokok Aman Jelang Lebaran, Mendag Imbau Tak Panic Buying)

Bulog berencana menggelontorkan sedikitnya 22 ribu ton gula impor dari India untuk menekan harga. “Kami baru saja mendapat pasokan gula dan akan segera menyalurkannya agar kebutuhan pokok dapat tetap tersedia,” kata Direktur Utama Bulog Budi Waseso.

Melansir dari Reuters, ekspor gula dari India mengalami lonjakan permintaan, salah satunya dari Indonesia. Lonjakan ekspor dari negara produsen gula terbesar di dunia itu kemungkinan dapat menurunkan harga secara global dan membatasi permintaan dari rival utamanya, yaitu Brazil dan Thailand.

“Dalam beberapa hari, Iran dan Indonesia membeli gula (dari India) untuk pengiriman Mei dan Juni,” kata direktur pelaksana sebuah perusahaan perdagangan di India, MEIR Company, Rahil Shaikh.

(Baca: Jokowi Soroti Harga Bawang Merah dan Gula Pasir yang Tak Kunjung Turun)

Produksi Bawang Merah Berkurang, Ekspor Malah Bertambah

Sementara, bawang merah mengalami kenaikan harga karena produksinya pun turun 30%. Waktu panen raya yang mundur menjadi penyebabnya. “Memang terjadi pergeseran musim tanam akibat anomali iklim. Jadwal panen raya juga sedikit bergeser," ujar Direktur Jendral Hortikultura Prihasto Setyanto.

Untuk bulan ini, akan terjadi panen bawang merah di 18 sentra utama. Perkiraan luasnya adalah 8.958 hektare dengan produksinya mencapai 67 ribu ton. Wilayah Jabodetabek membutuhkan 14.549 ton, sehingga produksi dalam negeri mencukupi.

Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan (BP3) Kasan Muhri dalam diskusi webinar tadi siang menyebut di saat harga naik dan produksinya berkurang, ekspor bawang merah justru naik. Pada kuartal pertama 2020 ekspor bawang merah mencapai 19 ton. Jumlah itu naik tiga kali lipat dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

(Baca: Triwulan I, Sektor Pertanian Beri Kontribusi Terbesar Ketiga untuk PDB)

Reporter: Dimas Jarot Bayu, Tri Kurnia Yunianto, Antara